Jakarta, Aktual.com – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) coba menarik benang merah ihwal keterkaitan Lippo Grup dengan kasus dugaan suap Panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Edy Nasution.
Melalui saksi-saksi yang dihadirkan yakni Direktur Utama PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), Rudy Nanggulangi dan Direktur PT MTP, Heri Sugiarto, hubungan antara Lippo Grup dengan kasus Edy mulai terkuak.
Berawal dari pengakuan Rudy yang mengungkapkan adanya usaha bersama antara PT MTP, Lippo Grup dan perusahaan asal Taiwan, Kwang Yang Motor Company atau dikenal dengan nama Kymco.
Kerja sama ini akhirnya menghasilkan sebuah perusahaan yakni PT Kymco Lippo Motor Indonesia. Pencantuman nama Lippo dalam perusahaan transportasi ini lantas dikonfirmasi pihak Jaksa KPK kepada Rudy.
“Katanya MTP tidak terafiliasi dengan Lippo, kenapa perusahaan patungan ini menyebut Lippo?,” tanya Jaksa.
Rudy pun menjelaskan bahwa masuknya kata Lippo hanya sebatas nama perusahaan. “Itu hanya nama saja. Kalau kepemilikan saham tidak,” ucapnya.
Tak sampai disitu upaya Jaksa. Agus Rahardjo Cs kemudian memutar hasil sadapan tentang pembicaraan Rudy dengan pegawal bagian legal Lippo Grup, Wresti Kristian Hesti. Dalam sadapannya, ada beberapa petinggi Lippo Grup yang disebut Rudy dan Hesti, diantaranya ialah Eddy Sindoro, Billy Sindoro dan Suhendra Atmadja.
Upaya Jaksa untuk membongkar keterkaitan PT MTP dengan Lippo Grup patut dimaklumi. Sebab, Edy didakwa telah menerima suap Rp100 juta dari orang kepercayaan Eddy Sindoro, Doddy Aryanto Supeno.
Pemberian uang yang diduga suap ini berawal dari putusan Pengadilan Arbitrase di Singapura, dimana PT MTP dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar 11.100.000 Dollar AS kepada Kwang Yang Motor (PT Kymco)
Namun, lantaran PT MTP tidak juga melaksanakan kewajibannya, PT Kymco mendaftarkan putusan itu ke PN Jakpus, agar putusan arbitrase dapat dieksekusi di Indonesia. PN Jakpus kemudian melakukan ‘aanmaning’ PT MTP pada 1 September 2015 dan 22 Desember 2015.
Atas pemanggilan itu, Eddy Sindoro menugaskan Hesti untuk mengupayakan penundaan ‘aanmaning’. Hesti lalu bertemu Edy di PN Jakpus pada 14 Desember 2015, dan meminta dilakukan penundaan ‘aanmaning’.
Permintaan ini pun disetujui oleh Edy Nasution dengan menunda aanmaning sampai Januari 2016. Tapi ada imbalan yang harus diberikan yakni sebesar Rp100 juta.
Atas persetujuan Eddy Sindoro, Hesti menugaskan Doddy Aryanto Supeno untuk menyerahkan uang Rp100 juta kepada Edy. Penyerahan uang dilakukan pada 17 Desember 2015, di Hotel Acacia, Jakarta Pusat.
Terhadap pengurusan penundaan aanmaning tersebut, Lippo Group melalui Hesti, atas arahan Eddy Sindoro, membuat memo yang ditujukan kepada Nurhadi. Memo ini diberikan lantaran Nurhadi dianggap bisa mempengaruhi PN Jakpus supaya tidak mengeksekusi putusan Pengadilan Arbitrase Singapura.
M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby