Jakarta, Aktual.com — Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly dinilai tengah dalam posisi perangkap dilematis, menyusul keputusan terhadap Partai Golkar (PG) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pengamat hukum tata negara Universitas Al-Azhar, Dr. Suparji menilai, seandainya salah satu keputusan itu diambil oleh Menkumham, maka pihak lain akan mengajukan gugatan ke PTUN.
“Jadi ini trauma bagi Menkumham atas langkah yang diambilnya,” kata Suparji kepada wartawan, Jakarta, Senin (11/1) .
Ia menilai, memang persoalan Partai Golkar lebih kental bernuansa politik, terlebih jika berkaca pada kondisi internal Parpol saat ini. Nah, disaat kondisi itulah, pemerintah mengambil keuntungan akibat dari konflik kedua partai tersebut.
“Meski, secara politik kedua parpol itu tersandera, namun apabila mau berkompromi terhadap pemerintah maka bisa jadi akan diuntungkan. Misalnya saat Pilkada kemarin kedua parpol itu terpuruk kan,” ujar dia.
Namun, secara argumentasi hukum, pemerintah mengambil keuntungan secara politik. Sedangkan secara ketatnegaraan Menkumham harus berani mengambil keputusan dan mengakui dari pada keputusan hukum yang lain.
“Misalnya Mahkamah Agung (MA) kan sudah menerima kasasi yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie (ARB-),” ujar dia.
Meski kasasi MA memenangkan kubu ARB, namun putusan itu tidak secara jelas karena tidak memerintahkan soal kepengurus yang sah, hanya mencabut keputusan kubu Agung Laksono.
“Maka itu, partai berlambang pohon beringin itu jadi mengantung . Karena kubu Agung Laksono sudah tidak sah, maka dari itu harus ada keberanian Menkumham untuk mensahkan kubu lainnya dengan alasan yang kuat,” tegas dia.
Terpisah Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar menilai, Partai Golkar dan PPP menjadi ‘pasien’ Parpol terlama semenjak Menkumham dijabat Yasona Hamonangan Laoly.
“Bahkan, Yasona yang menjadi Menteri dari salah satu tokoh di PDI Perjuangan ini menjadi dokter terlaris dalam kaitan merawat sengketa partai-partai pasca reformasi. Sampai-sampai, Golkar sebagai partai besar dalam sejarah pasca Presiden Soekarno bisa hancur lebur seperti saat ini,” ungkap Junisab.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby