Jakarta, Aktual.com – Partai Islam, Damai, Aman (Idaman) melalui kuasa hukumnya, Heriyanto kembali menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sangat diskriminatif dan merugikan partai-partai kecil.

Secara spesifik, Heriyanto pun menyebut Pasal 173 ayat (1) dan (3), yang mengatur ketentuan verifikasi partai politik yang ingin mengikuti Pemilu dua tahun mendatang.

“Karena proses verifikasi hanya dilakukan pada partai politik yang baru berbadan hukum. Tapi, tidak kepada partai politik yang ada di DPR RI saat ini,” kata Heriyanto dalam sidang pendahuluan uji materi UU 7/2017 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (24/8).

Ia beranggapan, seyogyanya verifikasi parpol menjelang Pemilu harus menyeluruh dan tanpa pandang buku. Namun yang terjadi justru sebaliknya, karena UU Pemilu malah cenderung mengamankan kepentingan parpol yang ada di Senayan.

Seperti yang diketahui, UU 7/2017 telah menentukan adanya kewajiban parpol non parlemen untuk mengikuti verifikasi sebagai syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2019. Sementara sepuluh partai yang mengikuti Pemilu sebelumnya tidak perlu mengikuti proses verifikasi dengan dalih menggunakan data Pemilu 2014.

Padahal, dalam kurun waktu 2014-2019, terdapat banyak dinamika politik yang terjadi di dalam internal sepuluh partai tersebut.

Sepuluh parpol yang mengikuti Pemilu 2014, yaitu PAN, PDI Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Hanura, PKS, PKB, PPP dan Partai Nasdem.

“Kami mengibaratkan Pemilu sebagai kompetisi Piala Dunia yang menganut aturan fairplay. Walaupun Jerman juara Piala Dunia 2014, tetap saja Jerman harus melalui proses kualifikasi sebelum bisa ikut dalam Piala Dunia 2018,” jelas Heriyanto.

Selain itu, ia juga menyebut ketentuan ambang batas Presiden atau Presidential Threshold, yang diatur dalam Pasal 222 UU 7/2017. Pasal ini pun disebutnya sangat diskriminatif karena telah menutup kemungkinan partai-partai kecil untuk mengajukan calon presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Secara gamblang, ia menegaskan bahwa pasal tersebut berpotensi menggagalkan Ketua Umum Partai Idaman, Rhoma Irama untuk maju sebagai Capres pada Ppres yang akan datang.

“Ketentuan ambang batas ini bakal membatasi hak Haji Rhoma Irama yang kebetulan sudah diputuskan dalam rapat pleno Partai Idaman sebagai calon presiden yang akan diusung Partai Idaman pada Pemilu 2019,” pungkasnya.

Sebagai informasi, ambang batas Presiden yang diatur dalam UU 7/2017 adalah 20 persen jumlah kursi yang Adi di DPR atau 25 persen dari jumlah suara nasional. Karena Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) diadakan secara bersamaan pada Pemilu 2019, maka ambang batas yang digunakan pun berdasar pada hasil Pemilu 2014.
Pewarta : Teuku Wildan A.

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs