Jakarta, Mahkamah Konstitusi menggelar persidangan permohonan uji materil Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang mengandung aturan riba. Pasal yang diuji adalah Pasal 1239 KUH Perdata, yang diangap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945.

Permohonan diajukan oleh PT Wijaya Perca, yang diwakili direktur utamanya, Nurman Diah. Pemohon diwakili oleh kuasa hukumnya yakni Irawan Santoso, SH, Andri Junirsal, SH, MH, M Ivan Pattiwanngi, SH, MH dan lainnya.

MK menunjuk tiga majelis hakim untuk melakukan persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. Tiga Hakim Konstitusi yanng menyidangkan adalah Prof Saldi Isra, Dr. Arsul Sani dan Dr. Ridwan Mansyur.

Persidangan dibuka pukul 8.30 WIB oleh Saldi Isra. Kuasa hukum pemohon, Irawan Santoso, menjelaskan alasan-alasan permohona. Menurutnya, Pasal 1239 KUH Perdata dengan frasa ‘bunga’ yang merupakan mengandung unsur riba. Dalam pemaparannya, legalisasi aturan bunga dalam KUH Perdata itu bertentangan dengan norma negara ‘Republik’ yang dianut dalam Konstitusi Pasal 1 1945.

Irawan memaparkan lagi, konseptor negara Republik, mulai dari Plato, Aristoteles, Cicero, semuanya adalah menganggap riba sebagai perbuatan yang buruk atau keji. “Plato mengangga riba adalah perbuatan keji dan tidak layak,” tegasnya. Sementara Aristoteles, sambungnya, menganggap riba adalah perbuatan memberanakkan uang yang sangat tidak manusiawi. Cicero, ujarnya lagi, menganggap perbuatan riba adalah sangat tidak manusiawi dan kejam. “Ketiga konsep negara republik itu adalah membenci riba. Makanya riba tidak cocok untuk konsep negara Republik,” tegas Irawan Santoso lagi.

Persidangan berlangsung seru. Majelis Hakim Konstitusi memberikan saran agar perbaikan permohonan bisa dilakukan sesuai standart Mahkamah Konstitusi.

Pasal riba dalam KUH Perdata ini baru kedua kali dilakukan uji materil di Mahkamah Konstitusi. “Kami akan terus memerangi riba sampai kapanpun dan dimanapun,” tandas Irawan, pengacara asal Medan itu lagi.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain