Jakarta, Aktual.com — Masih melemahnya laju Rupiah memberikan sentimen negatif pada laju pasar obligasi dimana masih melanjutkan pelemahannya. Termasuk juga adanya rilis kenaikan surplus neraca perdagangan sempat direspon positif meski tidak lama kemudian pelaku pasar kembali melakukan aksi jual seiring turunnya angka ekspor dan impor.

“Laju pasar obligasi turut terimbas pelemahan obligasi global setelah merespon musibah tragedi yang terjadi di Paris,” ujar kepala riset NHKSI, Reza Priyambada di Jakarta, Selasa (17/11).

Namun demikian, lanjutnya, aksi jual yang terjadi tidak terlalu deras sehingga tidak membuat pasar obligasi turun dalam.

Pada obligasi pemerintah, laju yield dari tenor pendek tercatat mengalami penurunan lebih besar dibandingkan tenor lainnya. Pergerakan yield untuk masing-masing tenor rata-rata ialah untuk pendek (1-4 tahun) rata-rata mengalami penurunan yield -2,90 bps; tenor menengah (5-7 tahun) turun sebesar -1,90 bps; dan panjang (8-30 tahun) turun -1,33 bps.

Pada FR0070 yang memiliki waktu jatuh tempo ±9 tahun dengan harga 98,51% memiliki yield 8,63% atau naik 2,37 bps dari sehari sebelumnya di harga 98,62% memiliki yield 8,61%. Untuk FR0071 yang memiliki waktu jatuh tempo ±14 tahun dengan harga 101,29% dan yield 8,83% atau naik 0,69 bps dari sehari sebelumnya di harga 101,34% dan yield 8,82%.

Sementara pada laju obligasi korporasi, laju yield masih cenderung variatif naik tipis. Kembali maraknya beberapa sentimen negatif yang memicu aksi jual membuat sejumlah harga obligasi masih melemah.

“Aksi jual yang terjadi cenderung tidak terlalu signikan maka tidak banyak seri obligasi yang turun drastis harganya. Aksi jual lebih dominan pada obligasi korporasi dengan rating AAA untuk tenor 9-10 tahun dimana yield nya naik menjadi 10,45%-10,48%,” jelasnya.

Sedangkan untuk yield pada rating AA dengan tenor 9-10 tahun stagnan tipis di kisaran 10,75%-10,85% dan pada rating BBB naik tipis di kisaran 14,59%-14,62%.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka