Jakarta, Aktual.com — Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan masih melakukan kajian terhadap Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang baru saja disahkan DPR melalui sidang Paripurnanya.
Hal itu menanggapi polemik soal wacana KPU untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap frasa Pasal 9 dan 22 b UU Pilkada, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diharuskan berkonsultasi dengan DPR saat menyusun peraturan teknis tentang pilkada.
“Perludem sejauh ini melihat bahwa UU Pilkada ini memiliki problematika terhadap independensi penyelenggara Pemilu itu sendiri yakni KPU,” kata Peneliti Perludem Heroik M. Pratama dalam acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6).
Karena itu, sambung dia, Perludem tengah melakukan kajian terhadap UU a quo untuk melihat sejumlah kelemahan atau melemahkan penyelenggara Pemilu, termasuk ikhwal frasa yang mengatur konsultasi.
“Dimana pada sebelumnya, KPU hanya diwajibkan untuk konsultasi terkait dengan peraturan KPU (PKPU) yang akan dilaksanakan. Konsultasi menjadi penting, karena Parpol yang akan memainkan perannya, sehingga perlu mengetahui rancangan desain peraturan-peraturan tersebut,” sebut dia.
“Tapi disisi lain, catatan kemudian adalah ketika konsultasi yang sifatnya tanpa perlu ditindaklanjuti, ketika KPU sudah membuat desain sesuai apa yang jadi prinsipnya boleh dimasukan atau tidak, itu esensi konsultasi tersebut,” tambahnya.
Hal berbeda, kata Heroik adalah ketika UU Pilkada hasil revisi ini justru mengatur soal kewajiban KPU dan Bawaslu untuk memasukan usulan konsultasi yang disampaikan DPR RI.
“Yang menarik dari UU ini ada ketentuan yang sifatnyta mengikat ketika KPU dan Bawaslu melakukan konsultasi ke komisi II dan ketika beberapa anggota di komisi memberikan masukan dan itu sifatnya mengikat dan harus diberlakukan di PKPU yang akan diberlakukan KPU,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Arbie Marwan