ilustrasi

Cikarang, aktual.com – Lembaga Pemasyarakatan Cikarang Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, memperketat pengawasan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen.

“Meski tidak dihuni narapidana kelas kakap, potensi pelanggaran di semua lapas relatif sama,” kata Kepala Lapas Cikarang Kadek Anton Budiharta di Cikarang, Minggu (29/7).

Kadek mengatakan bahwa penawaran sejumlah uang maupun pemberian lainnya terjadi di hampir seluruh lapas, termasuk di Cikarang. Namun, penawaran tersebut tidak akan berlaku bagi petugas yang memiliki integritas tinggi.

Ia mengungkapkan bahwa pemberian dengan bentuk apa pun agar mendapat hal yang lebih itu terjadi di setiap lapas. Semua napi jika memiliki uang dan kemampuan menginginkan hal yang lebih, baik soal fasilitas maupun hal lainnya.

“Yang terjadi di Bandung, terjadi juga di sini. Akan tetapi, petugas di sini melakukan pengawasan terkait dengan hal tersebut. Saya pastikan penambahan fasilitas dan sebagainya tidak ada di Lapas Cikarang,” katanya.

Ia mengatakan bahwa pihaknya juga meningkatkan pengawasan terhadap barang yang masuk dan keluar, seperti barang elektronik, telepon genggam, dan narkoba.

Narkoba, lanjut dia, juga menjadi perhatian pihaknya karena banyak napi kasus narkoba di lapas itu.

Menurut dia, sejak lama, setiap 2 hari sekali atau seminggu tiga kali pihaknya melakukan razia rutin untuk memastikan tidak ada barang yang dilarang masuk, termasuk narkoba.

Pemenuhan Biologis Selain potensi gratifikasi, katanya lagi, yang menjadi persoalan di lapas adalah pemenuhan kebutuhan biologis para napi.

Namun, diakuinya bahwa persoalan tersebut belum terfasilitasi karena tidak diatur dalam regulasi. Padahal, pemenuhan kebutuhan hubungan suami istri para napi terbilang penting.

Karena kebutuhan biologis tidak terpenuhi, praktik penyalahgunaan izin keluar hingga penggunaan ruang khusus untuk bertemu dengan suami atau istri diduga terjadi.

Menurut dia, hal itu sebenarnya menjadi persoalan. Di luar negeri, persoalan itu diatur dalam undang-undang. Akan tetapi, di Indonesia belum ada aturannya.

“Padahal, keluhan terkait dengan pemenuhan kebutuhan biologis ini selalu disuarakan para napi, bahkan melebihi keluhan tentang fasilitas yang ada,” katanya.

Apalagi, lanjut dia, napi di Lapas Cikarang bukan pejabat atau seseorang yang biasa hidup bermewahan. Maka, fasilitas bukan menjadi soal bagi mereka.

Ia menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan biologis itu harus menjadi perhatian serius. Pasalnya, apabila tidak terpenuhi, dikhawatirkan timbul masalah baru, salah satunya perubahan orientasi seksual.

“Karena akibat lama tidak berhubungan dengan pasangan, orientasi seksualnya berubah. Karena lama tidak melihat lawan jenis, melihat sesama jenis pun timbul rasa suka. Dikhawatirkan pula menular. Hal ini bukan tidak mungkin,” katanya.

Di Lapas Cikarang, Kadek mengakui menerima sejumlah laporan terkait dengan perubahan orientasi seksual napi. Tindakan berbeda pun dilakukan terhadap mereka yang menjadi suspek.

“Pengawasan terhadap mereka yang diduga mengalami perubahan orientasi. Petugas juga lakukan langkah dengan cara ditempatkan bersama napi yang berbeda. Jangan sampai ditempatkan, misalnya dengan napi yang dapat membuat dapat dia justru suka atau tertarik,” katanya.

 

Ant.a

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang