Bengkulu, Aktual.com – Polda Bengkulu menyiagakan 200 personel polisi di Desa Lubuk Unen Baru, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Pascabentrok dengan ratusan warga yang menolak aktivitas tambang batu bara milik PT Citra Buana Seraya, Sabtu (11/6) siang.
Kapolda Bengkulu Brigjen Pol M Ghufron mengatakan ratusan personel bakal disiagakan hingga tujuh hari ke depan. “Sampai kondisi benar-benar kondusif,” kata dia, saat meninjau lokasi bentrok di Desa Lubuk Unen, Minggu (12/6).
Dia mengklaim personel polisi sudah bertindak sesuai prosedur dalam lakukan penanganan. Alasannya polisi juga punya rekaman video kejadian. “Nanti akan didalami bagaimana kericuhan bisa pecah,” ucap dia.
Kenyataannya, delapan warga sipil dilaporkan tertembak dalam peristiwa itu. Empat orang warga bernama Marta Dinata, Yudi, Alimuan dan Badrin harus dilarikan ke rumah sakit. Seorang korban tertembak di bagian perut atas nama Marta Dinata masih dalam kondisi kritis.
Sedangkan di pihak polisi, seorang anggota dilaporkan alami luka serius dan masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara.
Diketahui, awalnya warga yang tergabung dalam Forum Rejang Gunung Bungkuk menolak pengoperasian tambang bawah tanah atau “underground”. Warga dari 12 desa di Kecamatan Sindang Merigi dan Kecamatan Sindang Kelingi, Bengkulu Tengah mencoba masuk ke kamp perusahaan yang berada di Desa Lubuk Unen Baru.
Saat warga memasuki lokasi pertambangan, anggota polisi berupaya menghadang. Kericuhan pun pecah.
Penolakan warga 12 desa terhadap aktivitas pengerukan batu bara sudah berlangsung cukup lama. Pada April 2016, ratusan warga sudah mendatangi kantor bupati setempat untuk meminta pemerintah menutup pertambangan itu.
“Kami khawatir dampak galiannya akan merusak kebun dan membuat desa kami ambles,” kata Ketua Forum Rejang Gunung Bungkuk, Nurdin.
Menurut Nurdin, wilayah Bengkulu yang rawan gempa semakin membuat warga khawatir dengan pengeboran yang dinilai akan mempengaruhi struktur tanah di wilayah mereka.
Tuntutan warga yang belum ditindaklanjuti pemerintah daerah membuat aksi unjuk rasa terus berlanjut. Puncaknya, Sabtu (11/6) warga mendatangi lokasi penambangan untuk menutup aktivitas tambang itu dan berujung bentrok dengan aparat kepolisian.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara