“Di sisi lain, saat perpanjangan kontrak efektif tahun 2015, Hutchison berkomitmen akan membayarkan uang sewa per tahun sebesar USD 85 juta kepada Pelindo II. Uang ini sedianya digunakan untuk membangun pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Namun kenyataannya, dari dokumen penyelidikan Pansus Pelindo II, uang sewa tersebut dibayarkan oleh JICT bukan Hutchison,” terangnya.
Uang sewa tersebut digunakan sebagai jaminan pencairan pinjaman dana Global Bond Pelindo II senilai Rp 20,8 trilyun atau USD 1,6 milyar yang cair pada Mei 2015 dan juga diperuntukkan untuk membayar bunga hutang Global Bond Pelindo II per tahunnya.
Ketiga, nasionalisasi JICT karena dalam perhitungan beberapa ahli keuangan, nilai termination value atau pemutusan kontrak Hutchison paska 27 Maret 2019 hanya berkisar Rp 35 milyar. Nilai ini jauh lebih kecil dibanding pendapatan JICT yang rerata mencapai Rp 2-3 trilyun per tahun.
“Mengingat JICT adalah gerbang ekonomi nasional dimana dalam kerangka visi poros maritim dunia, penting mengelola pelabuhan secara mandiri karena ada aspek kedaulatan dan pengelolaan ekonomi yang besar untuk rakyat,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh: