Jakarta, Aktual.com – Pasangan suami-istri, Kudori dan Sulichah mengaku tidak mengetahui bahwa mencoblos dua kali atau ganda di dua tempat pemungutan suara berbeda melanggar aturan sehingga berakibat digelarnya pemungutan suara ulang Pilkada Jatim di TPS 49 Manukan Kulon, Surabaya, Minggu (1/7).

“Saya tidak tahu kalau coblos dua kali itu melanggar,” kata Kudhori di rumah kontrakannya di Jalan Krajan Gang 4 Nomor 35 Manukan Kulon, Surabaya.

Kudori menjelaskan bahwa pertama kali yang menerima surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih atau C6 adalah istrinya, Sulichah. Pada saat menerima C6, istrinya langsung menerimanya karena tidak bisa membaca nama pemilih di C6.

“Istri saya memang tidak bisa membaca. Saya bisa membaca kalau pakai kaca mata. Tapi pada saat diberitahu istri dapat undangan, saya tidak membacanya. Saya sendiri juga tidak tahu nama asli pemilik rumah,” katanya.

Mendapati hal itu, Kudori dan istrinya mendatangi TPS 49 yang letaknya tidak jauh dengan rumah yang dikontraknya.
“Setelah mencoblos di TPS 49, saya dan istri juga coblos di TPS 09 dekat rumah saya yang asli di Manukan Wetan,” ujar bapak tiga anak ini.

Selama tinggal di Surabaya selama 60 tahun, Khudori mengaku tidak pernah mengontrak rumah. “Anak saya yang mengontrakkan rumah di sini karena di Manukan Wetan sering banjir,” kata pria yang setiap hari bekerja sebagai tambal ban motor ini.

Khudori juga mengaku sudah diperiksa Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Surabaya dan Pengawas Pemilu Kecamatan beberapa hari lalu sebelum pelaksanaan coblos ulang. “Saya sempat ditanya masalah undangan, apa ada tekanan, saya jawab tidak ada. Begitu juga ditanya apakah ada yang menyuruh dan kasih uang, saya juga katakan tidak ada,” katanya.

Anggota Panwaslu Surabaya, Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Novli Thyssen mengatakan kejadian tersebut baru diketahui pada saat tuan rumah yang merasa tidak mendapat C6 mendatangi TPS 49 untuk mencoblos dengan menggunakan KTP elektronik.

“Mengenai hal ini kami sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan karena ini menyangkut nasib orang,” katanya.

Menurut dia, pihaknya sudah memanggil sembilan saksi untuk dimintai keterangan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran pidana pemilihan dalam Pilkada Jatim 2018 pada Jumat (29/6). Alasan rekomendasi coblos ulang ke KPU Surabaya, kata dia, karena ada prosedur yang tidak dilalui oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 49 sehingga menyebabkan ketidakcermatan KPPS untuk memastikan pemilih yang mempunyai hak pilih mengunakan pilihannya di TPS sehingga terjadi penggunaan hak pilih orang lain.

Saat ditanya apakah ada unsur pidana dalam kasus ini, Novli mengatakan, pihaknya belum bisa mengatakan karena belum rapat pleno sehingga hasilnya sehingga belum bisa dipublikasikan.

“Kami masih melihat dulu apakah terpenuhi unsur sengajanya atau tidak? Itu yang menjadi fokus penentunya,” katanya. (ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka