Jakarta, Aktual.co — Seorang pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sangat keras mengritik pusat imigrasi yang dikelola Australia di wilayah Papua Nugini, di mana seorang narapidana tewas, tahun lalu.

Laporan PBB mengungkapkan, kebijakan Australia bagi pencari suaka melanggar konvensi internasional terkait penyiksaan.

Kebijakan suaka Australia selama ini dicermati seorang pelapor khusus PBB mengenai penyiksaan, Juan Mendez. Laporannya mengritik Australia karena menahan anak-anak, dan karena tidak bisa menghentikan ‘kekerasan dan ketegangan yang meningkat’ di pusat penampungan pengungsi di Pulau Manus, Papua Nugini.

Mendez menyimpulkan, hak-hak pencari suaka telah dilanggar, karena mereka mendapat “perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan.”

Daniel Webb dari Human Rights Law Centre Australia yang independen menilai laporan tersebut jelas mempermalukan ‘Negeri Kangguru’.

“Jelas, yang kita lakukan sekarang adalah merugikan laki-laki, perempuan dan anak-anak yang mencari perlindungan kita. Laporan itu juga merusak reputasi internasional kita yang susah payah dicapai sebagai bangsa yang terhormat dan menghargai hak asasi,” ujarnya.

Laporan PBB itu juga mengritik kebijakan Maritim Australia yang membolehkan pencari suaka “ditahan tanpa batas di laut, tanpa akses ke pengacara-nya.”

Sementara itu, Pejabat Imigrasi menolak anggapan bahwa sikap pemerintah itu melanggar konvensi internasional, dan mereka menekankan bahwa orang yang masuk ke Australia secara ilegal ditawari berbagai layanan.

Ketika ditanya mengenai laporan PBB itu, pada Senin (9/3) kemarin, Perdana Menteri Australia Tony Abbott menolak, serta mengatakan “Warga Australia bosan dikuliahi oleh PBB.”

Menurutnya, kebijakan pemerintah Tonny Abbot, telah menyiutkan nyali orang-orang menempuh perjalanan berbahaya melalui jalur laut, sehingga angka kematian menurun. Dia mengatakan, seharusnya kebijakan Australia lebih manusiawi dibandingkan sikap pemerintah sebelumnya, yang dinilainya telah mendorong penyelundupan manusia.

Kebijakan Australia, secara otomatis menahan semua pencari suaka yang banyak diantaranya berasal dari Iran, Afghanistan, Pakistan dan Sri Lanka, yang dimulai di tahun 1990-an. Kebijakan itu didukung penuh pejabat-pejabat yang berpendapat, bahwa banyak dari orang yang mengaku pencari suaka itu sebenarnya adalah migran ekonomi.

Menteri-menteri bersikeras kebijakan ketat itu didukung mayoritas pemilih. Pemerintahan konservatif sekarang ini terpilih dengan selisih suara besar tahun 2013 lalu, setelah menjanjikan tindakan lebih tegas untuk membendung arus pendatang gelap yang naik kapal ke Australia.

Sedangkan, pendatang gelap lewat laut dikirim untuk diproses di dua kamp yang di-support oleh Australia di Pasifik Selatan, Pulau Manus, dan Republik Nauru yang terpencil.

Sementara itu, tahanan yang dianggap sebagai pengungsi tidak diberikan kesempatan untuk tinggal di Australia di bawah kebijakan pemerintah, yang dirancang untuk menghalau ‘manusia perahu’ dan mencegah mereka mempertaruhkan nyawanya di laut.

Sebelumnya, Australia menawarkan visa pemukim kepada sekitar 14 ribu orang setiap tahun sesuai berbagai perjanjian internasional.

Artikel ini ditulis oleh: