Jakarta, Aktual.com — Pejabat PBB mengatakan bahwa pemerintah Korea Utara (Korut) sedang mengirim puluhan ribu warganya ke luar negeri untuk bekerja dalam kondisi yang keras. Pemerintah Korut menyita lebih dari USD1 miliar per tahun dari gaji mereka.
Dalam laporan terbarunya kepada Majelis Umum PBB, Marzuki Darusman mengatakan sebanyak 50.000 pekerja bekerja di bawah kondisi “kerja paksa”. Sebagian besar bekerja di China dan Rusia, tetapi yang lain di Afrika, Timur Tengah dan Asia.
“Saya pikir itu mencerminkan situasi keuangan dan ekonomi yang benar-benar sulit di Korut,” kata Darusman dilansir Aktual dari Voanews, Kamis (29/10).
Korut sedang berada di bawah sanksi internasional sejak melakukan peluncuran uji coba senjata nuklir pada tahun 2006.
Marzuki mengatakan, orang Korea Utara yang dikirim bekerja di sektor konstruksi, pertambangan, penerbangan dan tekstil dan diyakini pemerintah penghasilan antara $1.2 miliar hingga $2.3 miliar dalam setahun.
Marzuki juga mengatakan para buruh tersebut sering bekerja hingga 20 jam setiap hari di lingkungan yang tidak sehat dan tidak aman, dengan jatah makanan yang tidak memadai dan jarang mendapat hari libur. Mereka terancam repatriasi jika mereka tidak melakukan dengan baik atau melanggar aturan. Para pekerja tersebut berada di bawah pengawasan konstan oleh petugas keamanan Korea Utara.
Dia meminta pemerintah untuk mengakhiri kekerasan ini dan mendesak perusahaan asing untuk waspada sehingga mereka tidak menjadi terlibat dalam praktik kerja paksa.
Marzuki juga menyoroti pelanggaran HAM lainnya, dia mengatakan wanita Korea Utara, pria dan anak-anak terus menjadi korban “lama dan terus-menerus pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, meluas dan kotor oleh pemerintah,” termasuk penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, eksekusi dan diskriminasi.
Tahun lalu, Komisi Penyelidikan (COI) PBB yang bertugas menyelidiki hak asasi manusia di Korea Utara, merilis sebuah laporan yang panjang mengenai pelanggaran.
Diantara pelanggaran yang diekspos yakni pemerkosaan, penyiksaan, aborsi paksa dan perbudakan dengan sasaran utama yaitu agama minoritas dan para pembangkang politik. COI menduga terdapat 120 ribu narapidana ditahan di kamp-kamp penjara.
Marzuki dan COI mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menyeret Korea Utara ke Pengadilan Pidana Internasional.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka