Duterte sangat marah dengan ekspresi keprihatinan Amerika Serikat pada pembunuhan di luar hukum setelah dia menjabat tahun lalu dan mengancam untuk memutuskan aliansi pertahanan Amerika Serikat yang sudah berlangsung lama.
Duterte berbicara positif tentang Trump, seorang rekan populis, setelah pemilihan presiden Amerika Serikat pada November, meskipun retorika antiAmerika Serikat berlanjut.
Sebelumnya, seorang pensiunan polisi, yang bersaksi membunuh ratusan orang saat bekerja untuk “pasukan maut” di bawah Presiden Filipina Rodrigo Duterte ketika menjabat wali kota, mengaku meninggalkan negara itu karena takut.
Arturo Lascanas pada Februari mengatakan dalam sidang Senat bahwa ia menewaskan 300 orang, sekitar 200 orang saat menjadi anggota “pasukan maut”, yang dinyatakannya atas perintah Duterte ketika menjabat wali kota kawasan Filipina selatan, Kota Davao.
ant
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby