Jakarta, Aktual.com – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurrozi mengecam tindakan Jamaah Masjid Aolia di Gunung Kidul, Yogyakarta, yang menyelenggarakan Idul Fitri pada Jum’at (5/4) berdasarkan ucapan tokoh agamanya yang mengaku sudah menelepon Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT).
“Ini sungguh memprihatinkan, harus dicegah dan tidak boleh terulang kembali,” kata Gus Fahrur, sapaan akrabnya dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (6/4).
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menegaskan umat Islam harus beribadah sesuai dengan ajaran agama yang benar dengan menggunakan ilmu dan akal sehat.
“Tidak boleh mempermainkan ajaran agama Islam dan berdalih telah berbicara langsung dengan Gusti Allah SWT,” ucapnya.
Gus Fahrur menilai agama merupakan tuntunan dan ajaran yang berlaku untuk masyarakat umum, sehingg, tidak bisa seseorang secara asal-asalan mengaku telah berkomunikasi langsung dengan Allah SWT.
Menurutnya, hal semacam itu tidak sah dan tidak boleh dijadikan dasar tuntunan agama.
“Dasarnya ibadah dalam Islam harus sesuai tuntunan syariat yang dipahami dengan ilmu-ilmu standar ajaran agama Islam, yang sudah jelas dalil-dalilnya dan garis-garisnya. Semua harus ilmiah, rasional, dan dapat diuji keabsahannya oleh masyarakat umum,” ujarnya.
Gus Fahrur mengimbau kepada masyarakat Muslim di Padukuhan Panggang, Gunung Kidul, untuk mengambil tuntunan agama Islam dari para ulama yang benar, dapat menjelaskan, dapat mempertanggungjawabkan ajarannya sesuai metode nalar syariat Islam yang sah, serta telah diterima oleh masyarakat dunia Islam secara luas.
Selain itu ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap seseorang yang sakti atau memiliki hubungan khusus dengan Allah tanpa memiliki ilmu yang sesuai, karena menurutnya meskipun dapat dibuktikan dengan hal-hal ajaib, hal yang demikian juga dapat dilakukan oleh ahli sihir.
“Benar dan salah seseorang dalam ajaran agama Islam hanya boleh diukur dengan ketentuan-ketentuan syariat sesuai tuntunan Al-Qur’an, hadist, qiyas dan ijmak para ulama,” tutur Gus Fahrur.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra