Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR pada Senin (5/10) lalu.
Ia memandang pasal-pasal yang terkandung di dalam undang-undang tersebut sangat tidak seimbang karena hanya menguntungkan segelintir orang.
“UU Cipta kerja yang namanya disingkat ‘Cilaka’, itu Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” Ujar Kiai Said saat memberikan sambutan dan arahan dalam Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta secara virtual, pada Rabu (7/10) pagi.
Pengasuh Pondok Pesantren As-Tsaqafah ini berharap, warga nahdliyin bersikap tegas terhadap UU Cipta Kerja yang tengah menjadi polemik itu. Karena itu, dia mengajak, kepada seluruh warga NU agar mencari jalan keluar bersama dengan cara-cara yang elegan.
Dia menegaskan bahwa kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan. NU tidak anti-konglomerat, tapi harus ada pemerataan.
“Kita harus punya sikap yang tegas, dalam hal ini mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang, dan tawasuth. Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan,” tegasya.
Selain itu, Kiai Said menilai, UU Cipta Kerja menganggap lembaga pendidikan layaknya perusahaan. Hal tersebut, tegasnya, tidak bisa dibenarkan.
“Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” tegasnya dengan intonasi suara yang meninggi.
Bahkan, Kiai Said mengungkapkan bahwa UUD 1945 Pasal 33 masih sangat jauh dari implementasi. Menurutnya, konstitusi negara itu masih jauh panggang dari api, hanya sebatas hitam di atas putih yang dicetak berulang-ulang hingga jutaan lembar.
“Tapi tidak pernah diimplementasikan. Bahwa kekayaan Indonesia ini untuk seluruh rakyat Indonesia. Apakah itu sudah diimplementasikan? Sama sekali tidak. Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” tuturnya miris.
Kiai Said lantas menyinggung tabiat para politikus. Di masa pemilu, kata Kiai Said, para politikus membutuhkan suara rakyat agar terpilih. Namun ketika sudah terpilih rakyat malah ditinggal.
“Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suara rakyat dibutuhkan. Tapi kalau sudah selesai, rakyat ditinggal. Bahkan diludahi, diinjak-injak.” tegasnya, sekali lagi.
“Saya berharap NU nanti bersikap. Untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Dengan sikap kritis tapi elegan. Tidak boleh anarkis karena tidak ada gunanya itu,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin