Sejumlah perempuan memakai Niqab (penutup kepala muslimah yg dilengkapi dgn cadar) saat menggelar aksi dikawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (10/9/2017). Mereka menolak segala bentuk diskriminasi terhadap wanita yang memakai niqab. AKTUAL/Munzir

Jakarta, aktual.com – Harus dilakukan penguraian masalah terorisme dan radikalisme agar tidak terjadi penyederhanaan problem dan mengambil langkah yang bisa memberikan stigma dalam wacana pelarangan cadar, ujar Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Asrorun Niam.

“Kita harus mengurai akar masalah sebelum melakukan penanganan, sehingga tepat sasaran. Ada kalanya (radikalisme dan terorisme) sebab kesalahan cara pandang agama, ada kalanya faktor ekonomi dan ada kalanya faktor politik,” ujar Asrorun ketika dihubungi di Jakarta, ditulis Sabtu (2/11).

Menurut dia, maksud baik harus dilakukan dengan cara yang tepat dan baik juga. Jadi dalam penyelesaian kasus tidak boleh dilakukan penyederhanaan masalah, apalagi yang bisa memberikan stigma karena dikaitkan dengan simbol dan identitas.

“Cadar dan atau celana cingkrang adalah permasalahan aksesoris yang tidak bisa distigmakan dan diasosiasikan sebagai terorisme,”  kata Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia itu.

“Cadar dan celana cingkrang bisa jadi masalah budaya, tetapi memiliki basis argumen keagamaan. Karena itu beririsan dengan masalah fiqhiyyah. Untuk penyelesaian masalah kasus terorisme harus proporsional, dan memahami masalah secara utuh, sehingga solutif dan tepat sasaran,” ujar Asrorun, yang juga menjadi Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi mengutarakan rencana pelarangan pengguna niqab atau cadar untuk masuk ke kantor lembaga atau instansi pemerintah.

Langkah tersebut, kata Menag, didasarkan atas alasan keamanan usai penusukan mantan Menkopolhukam Wiranto. Rencana itu sendiri masih dalam kajian, tapi ada kemungkinan Kementerian Agama merekomendasikan atas dasar alasan keamanan.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin