Jakarta, Aktual.com — Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman Raya Ridho Al-Hamdi mengatakan Muhammadiyah membutuhkan pemimpin yang mampu menginternasionalisasi organisiasi kemasyarakatan Islam ini.
“Ketua umum harus memiliki visi internasional di tengah tingginya tantangan Islam di dunia saat ini,” kata Ridho di Makassar, Sulsel, Senin (3/8).
Menurut dia, tantangan Islam di dunia saat ini adalah gencarnya ekstrimisme agama. Sayangnya, Islam kerap dikaitkan dengan esktrimisme dan kekerasan.
Lewat internasionalisasi Muhammadiyah, kata dia, promosi Islam sebagai agama rahmat untuk alam semesta akan semakin mendunia. Dengan kata lain, internasionalisasi Muhammadiyah akan memberi kontribusi terhadap perbaikan citra negatif Islam oleh masyarakat dunia karena belum mengetahui ajaran umat Muslim dengan baik.
“Islam itu dari tahun ke tahun mengamlami pertumbuhan kuantitas di seluruh dunia. Bahkan pada 2050 diperkirakan jumlahnya akan mendekati jumlah umat Kristen,” ujarnya.
Jadi, kata kandidat doktor Technische Universitat Dortmund ini, internasionalisasi Muhammadiyah menjadi penting untuk diperluas lagi dengan pemimpin persyarikatan sebagai nahkodanya.
Kendati demikian, Ridho berpendapat jika pemimpin dengan visi internasional bukanlah segalanya.
Karena yang lebih penting dari itu pemimpin Muhammadiyah harus memiliki multikecerdasan selain memiliki visi menduniakan peryarikatan, seperti mengerti agama (berlatar belakang ulama), cakap manajerial organisasi dan mampu menerjemahkan semangat pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
“Karakteristik keulamaan tentunya akan melengkapi. Muhammadiyah yang sangat besar ini perlu pemimpin dengan latar belakang ulama untuk mengayomi umat bukan menjadi problem tetapi ‘problem solver’ (penyelesai masalah),” ucap dosen dan periset di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Muhammadiyah, kata dia, memiliki basis massa dengan latar belakang para ahli agama atau ulama. Tentu kehadiran pemimpin dengan unsur ini akan menjamin terwakilinya ulama di salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia ini.
Kecakapan manajerial terhadap persyarikatan juga penting. “Muhammadiyah ini besar masamya, tentu potensi konflik internalnya besar sehingga butuh sosok penengah yang mampu memediasi intrik dan mencari solusinya. Persyarikatan juga memiliki aset Amal Usaha Muhammadiyah yang banyak, tanpa kemampuan manajerial yang baik tentu dapat menemui banyak kendala,” tutur dia.
Terakhir, kata Ridho, pemimpin Pimpinan Pusat Muhammadiyah harus mampu menjadi penafsir ajaran KH A Dahlan dengan dinamika tantangan multidimensi.
Artikel ini ditulis oleh: