Ketua Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional DPP PDIP Ronny Talapessy (kanan) didampingi Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Adian Napitupulu (kiri) menyampaikan tanggapan terkait penetapan tersangka kepada Hasto Kristiyanto oleh KPK di Gedung DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa (24/12/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/rwa/aa.

Jakarta, aktual.com – Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy mengatakan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) mengajukan permohonan agar pemeriksaannya dilakukan setelah 10 Januari 2025.

“PDI Perjuangan dan Bapak Hasto Kristiyanto taat pada hukum dan akan mengikuti semua proses hukum, namun kami mohon kepada KPK untuk dapat dijadwalkan ulang setelah tanggal 10 Januari 2025, setelah peringatan HUT PDI Perjuangan,” kata Ronny dalam keterangannya di Jakarta, Senin (6/1).

Ronny mengatakan pihaknya tidak memberikan tanggal spesifik soal kapan pemeriksaan bisa dilaksanakan

“Kami menyerahkan kepada KPK soal penjadwalan ulang itu,” ujarnya.

Menurut Ronny, Hasto hari ini tidak bisa memenuhi panggilan penyidik KPK karena ada kegiatan yang telah terjadwal terlebih dulu.

“Sekjen Hasto Kristiyanto belum dapat memenuhi panggilan pada hari ini dikarenakan telah memiliki agenda yang telah terjadwal sebelumnya,” kata Ronny.

Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan penyidik KPK awalnya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Hasto pada hari ini pukul 10.00 WIB dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan Harun Masiku. Namun Hasto mengirimkan surat kepada penyidik yang menjelaskan mengenai ketidakhadirannya.

“Penyidik menginfokan bahwa saudara HK mengirimkan surat pemberitahuan ketidakhadiran dikarenakan ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan,” ujar Tessa.

Mengenai jadwal baru pemeriksaan terhadap Hasto saat ini masih menunggu informasi dari penyidik KPK.

Penyidik KPK pada Selasa (24/12/2024) menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).

Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi Anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil I Sumsel.

HK juga diketahui mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.

“HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019-23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel,” ujar Setyo.

Selain itu, penyidik KPK juga turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan.Setyo menerangkan tindakan yang dilakukan Hasto dalam perkara obstruction of justice tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat operasi tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan, selaku penjaga rumah aspirasi Jl. Sutan Syahrir No 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK, untuk menelpon Harun Masiku untuk merendam ponselnya dengan air dan segera melarikan diri.

2. Pada tanggal 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, yang bersangkutan memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP miliknya yang dipegang Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

3 .Hasto mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

Untuk diketahui, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain