Jakarta, Aktual.co — Belum pernah ada dalam sejarah, partai pemenang pemilu seperti PDIP menjadi partai haus kekuasaan setelah kalah telak melawan Koalisi Merah Putih (KMP) dalam memperebutkan posisi ketua DPR dan MPR. 
Buktinya dalam komposisi kabinet Jokowi, kader PDIP, termasuk tim sukses dan tim transisi menguasai 70 persen kursi kabinet. Sementara partai-partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) harus siap kecewa karena pembagian jatah kursi tidak sesuai harapan, begitu pula kelompok profesional.
“Masuknya sejumlah kader PDIP, simpatisan, tim sukses dalam kabinet membuktikan partai berlambang banteng itu haus kekuasaan. Apalagi banyak kader PDIP yang tidak berpengalaman di pemerintahan,” pengamat politik Rusmin Effendy kepada wartawan di Jakarta, Rabu (22/10). 
“Kalau pun ada simpatisan, mereka justru bagian dari masa lalu yang terlibat pelbagai skandal korupsi yang sampai saat ini tak pernah tersentuh hukum. Karena itu, KPK jangan cuma berkoar-koar saja, tapi tak mampu memproses kasus mereka, termasuk Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam kasus pengampunan penjahat BLBI,” ujarnya lagi.
Menurut Rusmin, saat ini terjadi tarik menarik kepentingan antar faksi-faksi antar partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam menempatkan kadernya masuk dalam jajaran kabinet. Sebagian besar partai koalisi terlihat kecewa karena pembagian jatah kursi kabinet tidak sesuai harapan. 
“Kondisi itu terlihat nyata dari beberapa pertemuan yang dilakukan Jokowi, sehingga dapat dipastikan kabinet yang terbentuk nanti dipastikan tidak sesuai dengan harapan rakyat. Kabinet Jokowi-JK lebih diwarnai politik transaksional kepentingan partai, tidak menempatkan figur yang pantas dan layak menduduki pos kementrian,” kata dia.
Dia menjelaskan, beberapa kader PDIP, simpatisan dan tim sukses yang mendominasi masuk bursa kabinet seperti Puan Maharani, Tjahjo Kumolo, Pramono Anung, Hasto Kristiyanto, Eva Kusuma Sundari, Teras Narang, Triawan Munaf, Niken Widiastuti, Ngurah Prayoga. Sedangkan Tim Transisi ada nama Andi Wijayanto, Anis Baswedan, dan Rini Sumarno, serta tim sukses Pilpres seperti Luhut Panjaitan, Budiman (mantan KSAD), Kuntoro Mangunsubroto, Sri Adiningsih, Komjen Budi Gunawan, Ryamizard Ryacudu, Darmin Nasution, Mirza Adityaswara, Agus Martowardojo, dan Khofifah Indar Parawansa. 
Sedangkan faksi Jusuf Kalla terdapat nama Hamid Awaludin, Syafruddin, Erwin Aksa. Kemudian partai KIH terdapat nama-nama Yuddy Chrisnandi (Hanura), Lukman Hakim Saefudin (PPP), Siti Nurbaya Bakar dan Ferry Mursyidan Baldan (Nasdem), Muhaimin Iskandar, Marwan Jafar, dan Rusdi Kirana (PKB). Beberapa nama dari kalangan profesional seperti Ignasius Jonan, Indroyono Soesilo, Yunus Husein, RJ Lino,  Retno Lestari,  Priansari Marsudi, Komarudin Hidayat, Jimly Asshiddiqie, Bambang Brojonegoro, Mas Achmad Santosa, Pratikno.
Menurut Rusmin, komposisi dan nama-nama kandidat menteri yang beredar di publik, juga bisa berubah-ubah, karena sampai saat ini belum ada kepastian. “Secara umum, nama-nama yang beredar tersebut sebagian besar belum memiliki kapabilitas dan integritas untuk menjabat sebagai menteri. Kalau sampai orang-orang yang tidak kredibel masuk, bukan tidak mungkin kabinet Jokowi tidak akan memenuhi harapan publik yang begitu besar,” ujarnya.