Kemudian hal yang sama juga disampaikan Ilham (34) yang mempunyai produk perangkat komputer serta aksesoris lainnya. Dia menduga bahwa transaksi online telah menggerus perdagangan elektronik utamanya di kawasan Glodok.

“Sepi, sejak tiga tahun terakhir turun terus penjualan. Bisa diliat sepi seperti ini. Mungkin karena jual beli online. Rata-rata dengar dari teman-teman, dimana-mana sepi. Bukan hanya di glodok saja di Mall-Mall juga sepi,” jelasnya.

Namun Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto mengemukakan bahwa pengaruh e-commerce belum mampu mengerus pasar ritel hingga melebihi 50 persen seperti yang dialami oleh para pedagang di Glodok.

Berdasarkan data Indef, pertumbuhan pasar e-commerce di Indonesia belum begitu signifikan dan masih berada dibawah 1 persen, dia mensinyalir sepihnya jualan karena memang tingkat kemampuan daya beli masyarakat yang terus tertekan dan belum kunjung pulih.

“Pasar online di Jakarta dan kota-kota besar memang terus tumbuh seiring berkembangnya teknologi informasi, terutama aplikasi belanja online dan sosial media. Namun, drastisnya penurunan hingga diatas 50 persen perkiraan saya lebih disebabkan oleh daya beli yang melemah dibanding perkembangan bisnis online,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka