Gedung baru Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) itu dilengkapi dengan 30 ruang sidang dengan fasilitas standar meski tidak semua dipakai untuk persidangan kasus tindak pidana korupsi. "Rencana pindahan di kantor baru mulai 16 November 2015.

Jakarta, Aktual.com – Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna didakwa menerima suap sebesar Rp400 juta dan gratifikasi sebesar Rp500 juta terkait pengurusan sejumlah perkara di MA.

Dakwaan disampaikan Jaksa Penuntut Umum KPK Ahmad Burhanuddin dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis.

Andri didakwa menerima Rp400 juta dari pemilik PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaidi melalui pengacara Ichsan yaitu Awang Lazuardi Embat.

Terdakwa Andri Tristianto Sutrisna bersama dengan Kosidah selaku pegawai negeri pada Panitera Muda Pidana Khusus MA menerima uang sebesar Rp400 juta, dari Ichsan Suaid melalui Awang Lazuardi Embat agar terdakwa mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi.

Suap dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur, supaya tidak segera dieksekusi oleh jaksa dan untuk mempersiapkan memori Peninjauan Kembali (PK).

Awang meminta informasi mengenai perkara kasasi Ichsan kepada Andri pada Oktober 2015. Andri pun menghubungi Kosidah melalui BBM dan menanyakan nomor putusan kasasi perkara Ichsan.

“Sekaligus menanyakan biaya penundaan pengiriman putusan perkaranya. Kemudian Kosidah menyampaikan penundaan pengiriman putusan kasasi bisa dilakukan dengan imbalan sebesar Rp50 juta untuk 6 bulan,” kata jaksa Burhanuddin.

Setelah mendapat kepastian dari Kosidah pada 26 Januari 216, Andri bertemu Awang di hotel Atria Gading Serpong dan menyampaikan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi dapat dilakukan. Awang pun meminta Andri agar bersedia dipertemukan dengan Ichsan di Surabaya dan disetujui oleh Andri.

Pada 1 Februari, Andri menghubungi Awang dan mengatakan akan ke Surabaya pada 5 Februari 2016 dan minta difasilitasi pertemuan dengan Ichsan.

Terdakwa juga menyampaikan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi Ichsan telah dibicarakan dengan Kosidah dengan imbalan Rp250 juta untuk 3 bulan pertama, padahal Kosidah hanya meminta uang sebesar Rp50 juta untuk enam bulan.

Kemudian terdakwa menawarkan agar Awang nanti menyampaikan permintaan uang ke Ichsan sebesar Rp350 juta, atas hal itu Awang menyetujuinya, tambah jaksa Burhanuddin.

Dalam pertemuan di Hotel JW Marriot Surabaya pada 5 Februari 2016 antara Andri, Awang dan Triyanto, disepakati besaran imbalan yang diminta ke Ichsan Suadi sebesar Rp400 juta.

Saat bertemu dengan Ichsan pada pukul 22.00 hari itu juga, Andri meminta imbalan Rp400 juta kepada Ichsan untuk jangka waktu penundaan selama 3 bulan, atas permintaan tersebut Ichsan Suaidi menyanggupinya.

Pada 7 Februari 2016, Andri masih menerima uang saku dari Ichsan sebesar Rp20 juta.

Selanjutnya pada 9 Februari 2016, Andri kembali menghubungi Kosidah dan mendapat kepastian penundaan pengiriman salinan putusan kasasi Ichsan dapat dilakukan untuk 3 bulan ke depan.

“Terdakwa menyampaikannya kepada Awang sekaligus meminta agar uang imbalan segera diserahkan, dan terdakwa memperloleh informasi bahwa imbalah akan diserahkan pada 12 Februari 2016 di Jakarta dan untuk itu terdakwa minta penyerahan uang dilakukan di hotel Atria Gading Serpong Tangerang,” jelas jaksa Burhanuddin.

Pada 12 Februari sekitar pukul 22.30 WIB di Hotel Atria Tangerang, Andri menerima uang sebesar Rp400 juta dari Ichsan Suaidi melalui Sunaryo dann Awang. Setelah Andri pulang ke rumahnya, uang disimpan di tas koper biru dan beberapa saat kemudian Andri ditangkap petugas KPK.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Andri didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp500 juta terkait dengan kewenangannya yaitu mengenai sejumlah perkara Tata Usaha Negara (TUN) dan tindak pidana khusus (pidsus) yang ditangani oleh pengacara di Pekanbaru Riau bernama Asep Ruhiat.

Perkara TUN dengan pemohon Wendry Purbyantoro, pemohon Riwayati, pemohon Burhan Koto melawan Zulheri, pemohon Burhan Koto melawan Marwan, pemohon Camat Kubu; selanjutnya perkara atas nama pidsus H. Zakri, atas nama Yumadris, atas nama Syahrizal Hamid dan satu perkara pidsus No 97 PK/Pid.Sus/2015.

Asep Ruhiat bertemu dengan Andri pada 1 Oktober 2015 dan meminta Andri untuk memantau perkembangan perkara-perkara yang ditangani. Pada pertemuan itu Andri menerima uang sebesar Rp300 juta dari Asep.

Andri kembali menerima uang Rp150 juta pada November 2015 dari Asep di Summarecon Mall Serpong Tangerang.

Selain menerima uang dari Asep, Andri menerima uang dari pihak lain terkait penanganan perkara tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) termasuk uang sebesar Rp50 juta.

“Sejak menerima uang sejumlah total Rp500 juta, terdakwa tidak melaporkannya ke KPK sampai batas waktu 30 hari sebagaimana dipersyaratkan dalam UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata JPU Fitroh Rochcahyanto.

Uang Rp500 juta itu dimasukkan Andri dalam tas koper biru dan disimpan dalam kamar tidur rumahnya di Jalan San Lorenzo 5 No 11 Gading Serpong Tangerang Banten yang akhirnya 12 Februari 2016 ditemukan petugas KPK saat Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Atas perbuatan tersebut Andri didakwakan pasal 12B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terhadap dakwaan tersebut, Andri tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Sidang dilanjutkan pada 30 Juni.

“Rencana kami hanya akan mengajukan 8-9 saksi dalam 2-3 persidangan,” kata jaksa Fitroh.

Terkait perkara ini, Ichsan dan Awang divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Nebby