Program Tax Amnesty. (ilustrasi/aktual.com)
Program Tax Amnesty. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi asal Indef Mohammad Reza Hafiz mengkritisi kebijakan program pengampunan pajak yang sampai pekan terakhir masih menunjukkan data-data mengecewakan.

Yang paling mencolok adalah kegagalan dari angka repatriasi aset yang berasal dari wajib pajak besar yang ada di luar negeri. Padahal repatriasi itu selama ini selalu menjadi alat legitimasi politik dari tax amnesty tersebut. Karena dianggap akan mampu menggenjot perekonomian nasional.

“Hingga saat ini, repatriasi masih minim sekali sekitar 3 persen dari total harta yang dilaporkan. Dan jauh dari target repatriasi yang sebesar Rp1.000 triliun. Artinya tujuan ini (repatriasi) tidak tercapai,” kata Reza kepada Aktual.com,di Jakarta, Selasa (28/3).

Mungkin, kata dia, masih perlu waktu untuk melakukan repatriasi, karena ada beberapa asset non liquid dalam jumlah besar yang tidak mudah diurus.

“Tapi jika dilihat dari pentingnya repatriasi dan diaturnya repatriasi di UU, yaitu tujuan tax amnesty itu salah satunya untuk menitikberatkan pada repatriasi dari luar negeri untuk stabilitas pasar keuangan dan investasi, maka angka repatriasi itu tetap dianggap gagal.”

Untuk itu, kata dia, dalam rangka kontinuitasnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan harus terus memonitor komitmen para WP potensial repatriasi agar segera mewujudkannya.

“Karena selama ini repatriasi selalu dijadikan sebagai ‘alat legitimiasi TA’, makanya DJP harus bisa membuktikannya.”

Selain itu, kata dia, dari sisi basis pajak baru juga tak terlalu menggembirakan. Sampai saat ini, jumlah WP yang ikut amnesti hanya sekitar 800 ribuan. Itu jelas masih sangat minim, jika  dibanding dengan total jumlah WP orang pribadi yang mencapai 30 jutaan.

“Artinya, pengampunan itu masih tak menarik. Karena masalahnya kepatuhan WP OP itu baru sekitar 59 persen dan WP badan bahkan belum sampai 47 persen. Jadi, tujuan perluasan basis data pun menurut saya belum tercapai dengan adanya TA ini.”

Sementara, dia melanjutkan, jika dilihat dari peningkatan uang tebusan yang tak sesuai target, kendati dianggap bukan hal yang utama, tapi bisa dijadikan untuk membantu menutup defisit fiskal di 2017.

“Untuk uang tebusan sekarang masih 75 persen dari target. Saya kira di sisa waktu amnesti ini tetap penting untuk dioptimalkan setidaknya lebih dari 80 persen.”

Berdasarkan data terakhir dari DJP, total harta yang dilaporkan sejak periode pertama hingga terakhir berjumlah sebesar Rp4.640 triliun yang didapat dari 813.530 WP yang menyampaikan Surat Pernyataan Harta.

Dari total harta tersebut, sebanyak Rp3.467 triliun merupakan deklarasi harta dari dalam negeri, Rp1.027 triliun dari deklarasi luar negeri, dan Rp146 triliun dari repatriasi serta uang tebusan sebesar Rp108 triliun.

Untuk uang tebusan yang dibayarkan, sebanyak Rp87,7 triliun datang dari WP orang pribadi non Usaha Mikro Kecil dan Menengah Rp13,2 triliun dari WP badan non UMKM, Rp6,86 triliun dari WP orang pribadi UMKM, dan sisanya, Rp494 miliar dari WP badan UMKM. [Busthomi]

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu