Jakarta, Aktual.com – Para pekerja Chevron Geothermal Salak (CGS) dan Chevron Geothermal Indonesia (CGI) mengajukan tuntutan perusahaan untuk segera melakukan pembayaran pesangon sebelum proses divestasi kedua aset panas bumi milik Chevron Indonesia tersebut rampung akhir tahun ini.
“Bulan November 2016 proses divestasi aset geothermal milik Chevron Indonesia memasuki tahap pemasukan penawaran dari calon pembeli dan kemudian dilanjutkan dengan pemilihan pembeli terbaik. Tahapan ini sudah mendekati akhir dari proses divestasi aset, namun proses pengurusan ketenagakerjaan masih sangat jauh dari harapan,” kata Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI), Indra Kurniawan kepada pers di Jakarta, Rabu (2/11).
Indra mengatakan sudah lebih dari enam bulan pekerja CGI dan CGS menyuarakan tuntutan mereka melalui SPNCI sejak diumumkannya proses pelelangan dua aset geothermal milik Chevron Indonesia di Salak dan Darajat, Jawa Barat. Namun pihak perusahaan sampai sekarang belum mau memenuhi tuntutan pekerja yang menginginkan penyelesaian pembayaran pesangon sehubungan perubahan kepemilikan dua perusahaan tersebut.
Menurut Indra Kurniawan, SPNCI telah membuka komunikasi formal dan informal dengan perusahaan lewat beberapa pertemuan. Kelompok kerja khusus dibentuk oleh SPNCI untuk menampung aspirasi pekerja dari kedua perusahaan yang tersebar di Garut, Sukabumi, Jakarta, Kalimantan dan Sumatera.
Perusahaan bersikukuh untuk melakukan pembicaraan dalam kerangka kajian tanpa akhir kesepakatan. Sementara SPNCI menginginkan kerangka perundingan bipartit yang dilindungi oleh undang-undang. Kondisi tersebut telah diadukan pada Kementrian Tenaga Kerja sebagai instansi pemerintah yang melindungi ketenagakerjaan di Indonesia.
Sebagai bagian dari rencana penjualan, lanjut Indra, Chevron juga akan memindahkan pekerja dari Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang berkedudukan di Sumatera dan Chevron Indonesia Company (CICo) yang berkedudukan di Kalimantan ke organisasi geothermal. “Hal tersebut dirasa akan menyebabkan penggelembungan organisasi geothermal yang berujung pada efisiensi dan PHK setelah pemindahan kepemilikan perusahaan nanti,” katanya.
Perasaan perlakuan yang tidak adil kemudian menyeruak saat perusahaan berencana akan membayarkan pesangon pekerja yang akan dipindahkan ke organisasi geothermal. Padahal di sisi lain perusahaan bersikukuh tidak mau membayarkan pesangon pekerja CGI dan CGS. “Perusahaan lebih memilih melemparkan tanggungjawab pembayaran pesangon pada pembeli perusahaan,” ungkapnya.
Indra mendesak agar pihak manajemen Chevron segera merespons keresahan pekerja CGS dan CGI atas ketidakpastian nasib setelah proses pengalihan kepemilikan perusahaan, untuk menghindari kemungkinan munculnya aksi-aksi pekerja yang tidak diinginkan bersama.
“Sejak Agustus aksi-aksi lapangan sudah mulai menggeliat seperti petisi keprihatinan, pemasangan spanduk di luar lingkungan perusahaan hingga long march. Jika keresahaan ini tak kunjung terjawab dikhawatirkan bisa melebar menjadi aksi mogok massal yang bisa mengganggu keandalan pasokan listrik di Jawa Barat,” katanya. (ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka