Jakarta, Aktual.com – Pekerja alihdaya (outsourcing) PT Jakarta International Container Terminal (JICT) menggugat manajemen dan Asosiasi Pengelola Terminal Petikemas Indonesia (APTPI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan diajukan oleh ratusan pekerja outsourcing dari Serikat Pekerja Container (SPC).
Sidang Perkara dengan nomor 1029/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel dengan agenda pengajuan eksepsi JICT dilakukan pada Selasa (15/09/2020) di mana pihak JICT menghadirkan saksi ahli mantan Hakim Agung RI Susanti Adi Nugroho, dengan kompetensi bidang Perdata Umum.
Menurut keterangan Susanti, dirinya mempersoalkan kewenangan secara absolut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengadili perkara tersebut. Hal tersebut dianggap bertolak belakang dengan keterangan yang disampaikan saksi ahli. “Saya tidak akan memberikan keterangan terkait masalah kompetensi,” ujar Susanti.
Tim advokasi SPC juga merasa keberatan karena saksi ahli yang dihadirkan memiliki kualifikasi disiplin ilmu perdata umum yang tidak relevan dengan dalil eksepsi tergugat mengenai kompetensi absolut untuk mengadili perkara ini.
Tim Advokasi SPC menyakini bahwa keterangan saksi ahli tergugat mengkonfirmasi kesalahan prosedur pengadilan sehingga berpotensi cacat prosedur dan melanggar hukum. “Kami menyatakan keberatan kepada Majelis Hakim dan meminta segera menerbitkan Putusan Sela untuk melanjutkan perkara. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Ayat (4) UU 48/2009 sehingga pemeriksaan perkara dilakukan dengan obyektif, adil, efektif dan efisien,” ungkap Prio Handoko mewakili Tim Advokasi SPC.
Perkara gugatan perdata umum ini diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yakni Fauziah Hanum Harahap, SH., MH. sebagai Hakim Ketua Majelis, Haruno Patriadi, SH., MH. sebagai Hakim Anggota Majelis dan Dedy Hermawan, SH., MH. sebagai Hakim Anggota Majelis.
Perkara ini terkait perbuatan melawan hukum berupa keputusan Surat Keputusan Bersama (SKB) APTPI pada 12 April 2013. Asosiasi menjadikan jenis pekerjaan operator alat Rubber Tyred Gantry Crane (RTGC) sebagai Kegiatan Penunjang PT JICT.
Namun Disnakertrans Provinsi Jakarta menerbitkan Nota Pemeriksaan Khusus nomor 10891 – 18261 pada 25 September 2018 yang menyatakan bahwa Operator RTGC dan Tallyman adalah adalah jenis kegiatan utama JICT, sehingga tidak boleh dialihdayakan atau diborongkan oleh PT JICT. Akibatnya 400 operator RTGC (SPC) menjalankan pekerjaan borongan untuk kegiatan utama JICT dalam kurun waktu 2014 sampai 2017.
Ratusan operator ini pun di PHK pada 31 Desember 2017 oleh JICT dengan dalih pergantian vendor kepada PT Multi Tally Indonesia (MTI). Keputusan JICT tersebut terindikasi melanggar Pasal 64 – 66 UU 13/2003 dan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 27/PUU-IX/2011.
Dalam putusan MK tersebut diatur mengenai prinsip pengalihan tindakan perlindungan yakni jaminan kelangsungan hubungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja dengan penghargaan masa kerja (experience) serta penerapan ketentuan kesejahteraan (upah) yang sesuai. Persidangan selanjutnya akan diadakan pada Jumat, 20 Oktober 2020 dengan agenda putusan sela.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka