Jakarta, Aktual.co — Kebijakan pedesaan yang diterapkan pemerintah dianggap mengabaikan struktur ekonomi desa meskipun pembangunan desa terlihat menjadi prioritas pembangunan saat ini.
“Setidaknya hal ini terlihat dari janji Presiden dalam Nawacita dan pembangunan desa yang merupakan perintah UU Desa. Namun demikian, pelaksanaan kebijakannya terlihat masih mengikuti pandangan neo-klasik dan neo-liberalis yang mengabaikan persoalan struktur ekonomi masyarakat desa,” kata Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto di Jakarta, ditulis Senin (8/6).
Ia mengatakan, kebijakan yang diambil pemerintah masih menganggap penyebab kemiskinan desa selalu karena teknologi masyarakatnya yang primitif.
Selain itu infrastruktur yang tersedia seperti irigasi dan lainnya yang tidak memadai, dan paket input lainnya seperti subsidi pupuk dan kredit serta rangsangan harga yang tidak cukup.
“Ini adalah pandangan neo-klasik yang ujungnya pasti akan menemukan kegagalan dan seringkali masyarakat desa yang akan selalu disalahkan karena mereka terlalu terikat oleh tradisi,” katanya.
Ia mengatakan, fokus pembangunan infrastruktur yang digembar-gemborkan oleh Presiden Jokowi pada saatnya akan gagal kalau tidak memperhatikan masalah krusial struktur ekonomi desa.
“Ini sebetulnya hampir sama atau mirip dengan model pembangunan pro-poor Pemerintah SBY yang pada akhirnya tetap menempatkan kita dalam kondisi rentan dalam ketahanan pangan karena ketergantungan terhadap impor pangan dan meningkatnya rasio kesenjangan antara si kaya dan si miskin,” katanya.
Pihaknya melihat Pemerintah belum mau merombak dasar struktur sosial ekonomi masyarakat desa agar mereka berdaya.
Setidaknya hal ini, kata dia, dapat dilihat dari belum jelasnya langkah kebijakan untuk melakukan redistribusi tanah sebagai faktor kunci produktivitas petani.
“Kondisi petani kita yang 74 persen dalam posisi gurem atau tidak punya lahan garap dan rata-rata kepemilikan lahan petani yang tinggal 0,23 hektare perkapita harusnya menjadi kebijakan dasar,” katanya.
Bahkan, menurut dia, kalau pemerintah dapat merestrukturisasi masalah mendasar ini akan banyak keuntungan yang justru bisa didapat. Terutama masalah urbanisasi dan kemiskinan di daerah perkotaan yang memiliki kecenderungan semakin meningkat.
Ia berharap pemerintah juga mulai melirik persoalan strategis rakyat dan jangan hanya terus mementingkan kepentingan segelintir orang yang bermain pada sektor ekonomi gelembung.
“Kami juga mengharapkan, berbagai organisasi promotor masyarakat desa berkonsentrasi serius untuk mendidik kesadaran politik tentang struktur sosial ekonomi masyarakat desa agar mereka memiliki posisi tawar dan daya tekan terhadap kebijakan yang merugikan kepentingan mereka ini,” katanya.
Menurut dia, kini saatnya ekonomi berdikari menjadi tumpuan di Indonesia dan kepentingan rakyat banyak yang menjadi tujuan utama.
Artikel ini ditulis oleh: