Ilustrasi - Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Kamis (27/7/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww/aa.

Jakarta, aktual.com– Pelaku industri di wilayah Tangerang, Banten, mengambil langkah berarti untuk mengurangi polusi udara dengan secara kolektif menghentikan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mereka miliki dan beralih ke pasokan listrik dari PLN.

Taufan Prihadi, Manajer Electric Instrument PT Polychem Indonesia, mengatakan bahwa perusahaan mereka kini telah berpindah ke pasokan listrik PT PLN (Persero), setelah sebelumnya mereka memproduksi listrik sendiri melalui PLTU berkapasitas 2×15 MW. Listrik tersebut digunakan dalam pembuatan bahan baku polyester, yakni etilen glikol.

“Untuk mengurangi polusi udara, kami mempensiunkan PLTU yang sebelumnya dikelola mandiri untuk menekan emisi,” jelasnya melalui pernyataan tertulis pada Sabtu (26/28/2023).

Selain membantu mengurangi konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik, ini juga membuktikan lebih hemat secara operasional. Menurut Taufan, biaya listrik dari PLN jauh lebih efisien dan mengurangi pengeluaran sekitar Rp10 miliar per bulan jika dibandingkan dengan pembangkitan mandiri.

“Sekarang pakai listrik dari PLN juga lebih hemat dari sisi pengeluaran. Ongkos listriknya lebih murah dan bebas biaya perawatan. Dulu saat PLTU kami beroperasi, konsumsi batu bara kurang lebih mencapai 740 ton per hari,” tambahnya.

Selain manfaat operasional, keputusan perusahaan ini juga sejalan dengan arah kebijakan pemerintah untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060, seiring dengan manajemen energi yang lebih berkelanjutan.

Dalam konteks yang terpisah, Emrus Sihombing, seorang Pakar Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan, menjelaskan bahwa kualitas udara di Provinsi Banten jauh lebih baik jika dibandingkan dengan Jakarta, meskipun berdekatan dengan PLTU yang sering dianggap sebagai penyebab polusi.

Menurut Sihombing, para ahli lingkungan telah banyak mengungkapkan bahwa kualitas udara di Jakarta terganggu terutama oleh masalah transportasi yang belum sepenuhnya teratasi.

Artikel ini ditulis oleh: