Denpasar, Aktual.com – ‎Forum Peduli Ustadz Abdul Somad (FPUAS) secara resmi melaporkan sejumlah pihak terkait penghadangan terhadap Ustadz Abdul Somad saat akan menggelar safari dakwah untuk memperingati Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Bali belum lama ini. Adalah Ahmad Saifullah selaku Koordinator FPUAS yang bertindak sebagai penggagas pelaporan insiden penghadangan Ustadz Somad ke Polda Bali.

Menurut Kuasa Hukum ‎FPUAS, Muhammad Zainal Abidin sejumlah pihak yang dilaporkan sesuai dengan perannya masing-masing atas insiden yang menimpa Ustadz Somad tersebut. “Ada sembilan orang yang kita lakukan dan kita bagi dalam lima komponen,” jelas Zainal di Polda Bali, Rabu (13/12).

Mereka adalah pertama,  I Gusti Ngurah Harta yang dilaporkan dengan pasal 160 KUHP. Kedua I Gusti Arya Wedakarna yang dilaporkan dengan pasal 28 ayat 2 junto pasal 45A ayat 2 UU ITE serta pasal 156 dan pasal 156A KUHP. Ketiga, I Ketut Ismaya, Jemima Mulyandari,  Mocka Jadmika, Dwi Hermawan dan Made Kawi. “Mereka ini terkait dugaan persekusinya. ‎Kita laporkan dengan pasal 368 KUHP, 333 KUHP dan pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP,” ujarnya.

“Keempat adalah Gus Yadi alias Agus Priyadi terkait persekusi dan penghasutannya. Kita laporkan dengan pasal 368 KUHP, 333 KUHP dan pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP‎ ditambah dengan pasal 160 KUHP,” tambah Zainal. Terakhir adalah Arif yang dilaporkan dengan pasal 28 ayat 2 UU ITE dan pasal 160 KUHP dan pasal 368 KUHP, 333 KUHP dan pasal 335 ayat 1 butir 1 KUHP.

Zainal menjelaskan sejumlah alasan pelaporan itu dilakukan. Pertama, kata Zainal, ‎ia ingin menegakkan supremasi hukum di Indoneia. Ia memaparkan, sesungguhnya umat Muslim di Bali udah memaafkan insiden tersebut. “Kalau umat di Bali sudah rukun, damai dan sudah memaafkan. Cuma walaupun langit runtuh sekalipun hukum harus ditegakkan. Jadi, permasalahan hati selesai, tapi permasalahan hukum kita kawal terus,” katanya.

Alasan lainnya menurut Zainal, jika hal ini tak ditindaklanjuti dengan penegakan hukum, ia khawatir aksi premanisme akan semakin merajalela di Indonesia, utamanya yang menimpa tokoh-tokoh agama.

“Makanya kita maunya supremasi hukum. Ketenangan dan keadilan kita cari dari proses hukum,” tutup dia.

Pewarta :  Bobby Andalan

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs