Jakarta, aktual.com –Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti nampak emosi menanggapi kritikan guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof. Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber pada acara Seminar Nasional Prospek Poros Maritim Dunia di Periode Kedua Jokowi yang diadakan oleh The Habibie Center, di Hotel Le Meridian, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Saat menyampaikan paparannya, Rokhmin Dahuri menyebut bahwa saat ini banyak industri perikanan gulung tikar karena kebijakan Menteri Susi yang terus-terusan menerbitkan larangan. “Masalah utamanya di ekonomi sektoral hancur lebur. Walaupun dari sudut penegakan hukum saya kira sudah cukup membuahkan hasil. Paling tidak, ada efek jera soal illegal fishing, soal konservasi juga,” katanya.
Melalui akun twitter pribadinya, Susi lantas memberikan respon tidak terima atas kritikan tersebut. Menteri nyentrik itu bahkan sesumbar dengan mengatakan bahwa yang bangkrut dan hancur memang ada, yaitu industri pencurian ikan yang memang sengaja ia bangkrutkan.
Susi yang tak terima dengan kritikan itu lantas menyerang balik Rokhmin saat menjabat Menteri karena kapal asing dilegalkan jadi berbendera Indonesia tahun 2001.
“Yang Bangkrut dan Hancur adalah Industri Pencurian Ikan.. Industri Pencurian Ikan memang saya bangkrutkan. Masa ada industri pencurian ikan kok dibiarkan!!!!!BTW Kapal asing dilegalkan jadi berbendera Indonesia tahun 2001,” tulis Susi melalui akun twitter pribadinya @susipudjiastuti Rabu (6/8/2019).
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Forum Marikultur Nasional, Muhibbuddin Koto alias Budhy Fantigo membenarkan apa yang disampaikan Rokhmin Dahuri. Menurutnya, industry perikanan hancur lebur adalah fakta. “Volume ekspor perikanan dalam lima tahun ini menurun. Ada bisa cek datanya. 2014 sekitar 1,2 juta ton. Sejak 2015 sampai dengan sekarang dibawah 1 juta ton,” katanya.
Menurutnya, saat ini UPI (Unit Pengolahan Ikan) utilitasnya saat rata rata dibawah 40% sebelumnya di atas 50% termasuk produksi pakan ikan nasional juga turun, dibawah 70% dari kapsitas, sebelumnya mendekati 90%
“Jumlah unit kapal tangkap yang beroperasi juga jauh menurun. Budidaya kerapu, kepiting sudah lenyap di era Susi. Bisa dilihat di Muara Baru sebagai pelabuhan perikanan terbesar, berapa banyak kapal yang parkir dan UPI di Muara Baru juga banyak yang tutup, Harga ikan terutama ikan tangkapan semuanya naik (harga). Ini indikator memang supply yang turun,” tegasnya.
“Hampir semua pelaku usaha mengeluh, kinerja usahanya turun semua. Apa itu industri pencurian? Pencuri ikan Asing sudah berkurang tapi sampai sekarang tetap ada. Namun, kinerja nelayan, pembudidaya dan industri semuanya anjlok, bahkan banyak yang sudah tutup usaha,” tandasnya.
Terkait dengan stok ikan, saat ini ini memang terkesan tinggi (12,54 juta ton) karena metode penghitungannya diperbaiki, sampling lebih banyak dan item pengamatan lebih banyak. “Sebenarnya dari dulu stock ikan sudah tinggi juga, para ahli berestimasi antara 6,5 – 16 juta ton. Namun untuk menghindari over fishing maka ditetapkan hanya 6,5 saja,” pungkasnya
Sementara itu, Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja mengatakan bahwa justru yang bangkrut dan sekarat ada ribuan UMKM Perikanan. “Susi lupa kali ya yang pada kaput atau sekarat, atau bangkrut ada ribuan UMKM perikanan yang semuanya legal. Tidak terlibat dalam kegiatan illegal, apalagi ilegal fishing,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (9/8/2019).
“Pembudidaya ikan kerapu, bangkrut akibat Permen KP no 32/2016. Pembudi daya berbagai jenis ikan, antara lain pembudidaya ikan nila di Danau Toba, yang dikorbankan untuk tutup usahanya, padahal sumber pencemaran berasal dari industri pariwisata, hotel, restaurant dan lain-lain. Pengumpul benih lobster, bangkrut dan jatuh miskin akibat Permen KP no 56/2016,” tegasnya.
Wajan juga menyoroti nelayan dengan kapal-kapal <5 GT bantuan KKP ya g menghabiskan Triliunan APBN dan kapal-kapal rongsokannya mangkrak. “Ribuan crew lulusan Sekolah Tinggi Perikanan yg semula bekerja di kapal2 indonesia yg tadinya nyaman ada kamar dengan ranjang tidur, akibat Permen KP no 56/2014 mereka sekarang hrs tidur di tempat seadanya seperti di laci,” katanya.
“Semua ini ditutupi dengan propaganda penenggelaman kapal. Orang awam non-perikanan tidak paham, bahwa kota-kota seperti Bitung, Tual, Sorong dan lain-lain pusat industri pengolahan perikanan sekarang menjadi kota mati. Tadinya kota-kota pusat industri perikanan tersebut adalah wilayah pengekspor produk-produk perikanan Indonesia,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin