Yogyakarta, Aktual.com — Tindakan teror yang dilakukan pihak aparat terhadap aktivitas literasi menimpa setidaknya dua penerbit dan satu toko buku di Yogyakarta, yakni penerbit Narasi di daerah Deresan, penerbit Resist Book di Maguwoharjo serta Toko Buku Budi di daerah Caturtunggal. Peristiwa berlangsung antara hari Selasa-Rabu, 10-11 Mei 2016.
Adhe Ma’ruf dari Masyarakat Literasi Yogyakarta menyatakan bahwa pembungkaman atas pandangan yang berbeda merupakan aksi yang bertentangan dengan konstitusi, penyeragaman opini melalui pelarangan buku merupakan cara-cara yang tidak demokratis.
“Selama aparat keamanan tidak memahami konten buku dan selama kegiatan literasi tidak mampu menjelaskan ke pemerintah atau aparat maka akan terjadi kesalahpahaman terus menerus, hasilnya akan sangat mungkin terjadi pelarangan, perampasan, penyitaan atas buku atau literasi di masa depan,” papar Adhe, kepada Aktual.com, Selasa (17/5).
Selain peristiwa yang terjadi di Yogyakarta, pemberangusan buku juga terjadi diberbagai wilayah di Indonesia diantaranya Kediri, Tegal, Gresik, Cirebon dan Bandung. Untuk itu Adhe menghimbau agar masyarakat jernih dalam melihat persoalan ini, Masyarakat Literasi Yogyakarta yang diwakilinya diakui tidak pernah mengupayakan keberpihakan terhadap suatu falsafah atau ideologi tertentu.
“Kami berdiri di atas garis NKRI dan Pancasila, kami adalah pihak yang berusaha terus memberi asupan pengetahuan pada masyarakat melalui buku maupun kegiatan-kegiatan lain. Kami berharap kedepan tidak ada lagi peristiwa-peristiwa yang merugikan dunia literasi indonesia,” ujar Adhe.
Ditambahkan Adhe, Indonesia berada di posisi 61 dari 63 negara yang tingkat literasinya buruk, hanya satu tingkat diatas Boswana. Aspek-aspek literasi seperti menulis, membaca, menerbitkan dan menjual buku terhitung masih minim sehingga Indonesia terjerambab di urutan bawah.
Yogyakarta sendiri menjadi penyuplai sekitar 40 persen kebutuhan buku nasional melalui 150 lebih jumlah penerbit buku yang ada, namun hal tersebut tidak berpengaruh pada tingkat produksi buku di Indonesia karena masih lebih kecil dibanding negara-negara lain di Asia.
“Kondisi itu mengkhawatirkan kami, jika tidak diatasi kayaknya bodoh sekali negara ini. Tapi kenapa ditengah berbagai hambatan yang dialami dunia buku dan literasi kita, kejadian pemberangusan buku di banyak wilayah malah terjadi? Ini membuat kita semakin miris, sangat disesalkan,” kata Adhe.
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis
Arbie Marwan