Jakarta, Aktual.co —Kebijakan pelarangan motor dianggap diskriminasikan atau memarjinalkan pengendara motor.
Kebijakan itu dinilai tidak tepat waktu untuk dikeluarkan meskipun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan peraturan itu dalam Peraturan Gubernur No. 195 Tahun 2014.
Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengatakan Pemprov DKI Jakarta sebelum menerapkan peraturan itu harusnya membangun infrastuktur dahulu.
“Kan kebijakan pelarangan itu termasuk bagian dari TDM (traffic demand management). Seharusnya ketika diberlakukan kebijakan itu, keadaan infrastrukturnya sudah baik. Begitu juga dengan angkutan seharusnya sudah terkoneksi dan aman nyaman bagi penumpang,” jelasnya, ketika dihubungi, Senin (29/12).
Selain itu, menurutnya, angkutan publik seharusnya juga sudah memenuhi standar pelayanan. Minimum dari sisi ketepatan waktu, headway, aman, nyaman murah dan juga halte yang layak.
Yayat menilai belum melihat ada alasan yang jelas dari Pemprov DKI Jakarta mengenai pelaksanaan kebijakan tersebut. Karena itu dia berpendapat Pemprov harus memperjelaskan tujuan dari diberlakukannya pelarangan motor.
“Misal dalam rangka mengurangi beban MRT. Jadi, selama ada program MRT beban Thamrin semakin berat. Untuk itu, cara menguranginya yaitu dengan cara membatasi motor,” ujarnya.
Uji coba pelarangan motor melintasi Jalan Protokol MH Thamrin-Medan Merdeka Barat sudah dimulai sejak 17 Desember lalu oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya.
Pelarangan motor diberlakukan tiap hari, termasuk hari libur, selama 24 jam. Namun kebijakan itu tidak berlaku bagi sepeda motor yang merupakan kendaraan dinas operasional petugas.
Artikel ini ditulis oleh: