Tapteng, Aktual.com – Pengamat sosial Universitas Sumatera Utara mengatakan, pemasungan yang dilakukan terhadap pengidap penyakit gangguan kejiwaan dapat dikategorikan melanggar Hak-hak Asasi Manusia (HAM).

“Harus ditindak cepat, kalau dibiarkan melanggar Hak Azasi Manusia, karena pelayanannya kan harus sama dengan yang lain, harus manusiawi dan mendapatkan pelayanan dasar,” tandas Agus saat dikonfirmasi Aktual.com terkait 2 orang penduduk Desa Aek Bontar, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapteng, Sumut yang dipasung karena gangguan jiwa, Selasa (15/3).

Dikatakan Agus, pemasungan terhadap pengidap gangguan kejiwaan sangat tidak dibenarkan. Meski beberapa faktor, diantaranya faktor ekonomi memaksa sebagian masyarakat melakukan pemasungan terhadap korban.

“Ya, daripada mengganggu ketentraman lingkungan dan penduduk lainnya, terpaksa dipasung atau dirantai kan? Dan orang tuanya kan karena tidak mampu terkadang,” kata Agus.

Untuk itu, sambungnya, semua pihak terkait khususnya pemerintah dan Rumah Sakit diharapkan memberikan perhatian serius dalam penanganannya.

“Persoalannya, apakah Rumah Sakit Daerah setempat punya rumah sakit dokter kejiwaan? Makanya harus ada jaminan-jaminan dari pemerintah,
Bagaimana men-sikapi persoalan masyarakat, apalagi yang tidak mampu dan mengalami gangguan kejiwaan,” katanya.

Menurut Agus, jika faktor ketiadaan tenaga medis di Rumah Sakit di Kabupaten setempat menjadi kendala, yang dapat dilakukan adalah merujuk korban untuk dapat ditangani pihak Provinsi dimana terdapat Rumah Sakit Jiwa.

“Kan di provinsi ada, bagaimana Dinsos daerah melakukan pendampingan di provinsi, agar ke duanya mendapatkan penanganan kejiwaan. Kalau belum ada, rumah sakit daerah juga bisa menangani, tapi apa punya dokter psikiater? Kalau tidak ada, jelaskan itu ke provinsi, dan provinsi akan tanya sudah sejauh mana penanganannya,” tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Mikdin Sihombing (30) dan Marito Panggabean (30). Penduduk Desa Aek Bontar, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, provinsi Sumatera Utara dipasung dan dirantai selama bertahun-tahun.

Keduanya, mengalami gangguan jiwa. Mikdin, pria lajang ini diserang penyakit kejiwaan itu sejak usia 22 tahun, sementara Marito, sejak usia 26 tahun. Keduanya ditempatkan di 2 gubuk kayu ber beda di kampung itu oleh pihak keluarga

Artikel ini ditulis oleh: