Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi II DPR RI Hetifa Sjaifudian mengaku, kecewa karena pembahasan Pansus Revisi Undang-undang Pemilu terkait upaya pengaturan keterwakilan perempuan di nomor urut satu di 30 persen dalam pemilihan legislatif mandek.

Padahal, sambung dia, Pansus RUU Pemilu sempat menyuarakan tiga opsi untuk mengatur keterwakilan perempuan. Pertama, pengaturan yang ada saat ini (minimal satu perempuan di antara tiga caleg).

“Kedua, Zipper System murni (yaitu pencalegan 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan. Artinya, nomer urut ‘selang-seling’, misalnya, nomer urut satu laki-laki, nomer urut dua perempuan dan seterusnya dan opsi ketiga, calon perempuan ditempatkan nomor urut satu di 30 persen dari seluruh dapil. Namun pada rapat Pansus RUU Pemilu, Senin (5/6) menyepakati opsi pertama,” kata Hetifa di Jakarta, Selasa (6/6).

Kesepakatan dengan mengambil opsi pertama tersebut, kata dia, membuat pengaturan keterwakilan perempuan di dalam UU Pemilu jalan di tempat. “Kami sebelumnya sudah mendapat banyak masukan dari para aktivis perempuan berbagai kalangan bagaimana upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di politik melalui pengaturan-pengaturan yang pro perempuan dalam RUU Pemilu ini.”

Anggota Pansus RUU Pemilu itu mengatakan, partainya yakin Partai Golkar berkomitmen mendukung keterwakilan perempuan. “Sejak awal, di daftar inventarisasi masalah Fraksi Golkar mendukung perempuan ditempatkan di nomor urut satu di 30 persen total jumlah Dapil,” kata anggota dewan dari Dapil Kalimantan Timur dan Utara itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Wisnu