Jakarta, Aktual.com – Pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR membahas RUU Pertanggungjawaban APBN untuk tahun anggaran 2015.

Pembahasan RUU ini relatif singkat, hanya diselingi pembahasan redaksional di Pasal 12 yang menyebutkan terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuanga (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2015.

LKPP 2015 yang mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) itu disebabkan oleh beberapa permasalahan yang hingga kini belum teratasi.

“Di Pasal 12 ini disebutkan, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 telah diperiksa oleh BPK dengan opini WDP. Dengan beberapa permasalahan sebagai berikut,” sebut Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto saat raker dengan Banggar, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (23/8).

Hadi pun mengurai masalah-masalah tersebut yang terdiri dari enam masalah. Yaitu, pertama, terdapat ketidakpastian nilai penyertaan modal negara sehubungan tak diterapkannya kebijakan akuntansi interpretasi atas standar akuntansi keuangan (ISAK) No 8 pada laporan keuangan PT PLN (Persero) tahun 2015.

“Kedua, pemerintah menetapkan harga jual eceran minyak solar bersubsidi lebih tinggi dari harga dasar termasuk pajak dikurangi subsidi tetap,” jelas Hadi.

Ketiga, penatausahaan piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada beberapa kementerian/lembaga (K/L) tidak didukung dengan dokumen sumber yang memadai dan terdapat piutang yang nilainya tidak sesuai hasil konfirmasi dengan wajib bayar.

Keempat, pencatatan dan penatausahaan dan pelaporan persediaan dari beberapa K/L kurang memadai dan terdapat penyerahan persediaan kepada masyarakat yang belum jelas statusnya.

“Permasalahan kelima, terdapat pencatatan dan penyajian catatan dan fisik saldo anggaran lebih (SAL) yang tidak akurat,” lanjut Hadi.

Dan yang terakhir, koreksi yang memengaruhi ekuitas dan transaksi antar entitas tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.

Dalam rapat itu, Banggar menyetujui substansi pasal 12 tersebut. Namun, anggota Banggar dari Fraksi PKS, Ekky Muharam meminta redaksioanal “dengan beberapa permasalahan sebagai berikut” diganti lebih halus lagi.

“Kalau kalimatnya seperti itu, kayaknya negara ini banyak banget masalahnya. Mestinya diganti saja, jadi permasalahan itu diganti saja dengan pengecualian,” ujar Ekky.

Sidang yang dipimpin Wakil Banggar Jazilul Fawaiz ini, menyetujui semua pasal dan penjelasan di RUU Pertanggungjawaban APBN 2015 ini. Kecuali redakaional yang disorot Ekky Muharam itu.

Sementara terkait masalah PLN ini, sebagai informasi, selama ini PLN ogah menerapkan ISAK 8 dalam menyusun laporan keuangannya. Padahal mestinya, sebagai korporasi kelistrikan yang meminta Independent Power Producer (IPP) untuk menyuplai listrik ke PLN maka wajib menerapkan ISAK 8.

Dengan implementasi ISAK 8, maka IPP sebagai perusahaan listrik swasta harus dikonsolidasi ke dalam laporan keuangan PLN. Meskipun PLN sendiri tidak mempunyai 1% saham di perusahaan listrik swasta tersebut. Poin ini yang hingga kini masih ditolak PLN.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka