Tokoh Nasional Rizal Ramli berbincang drngan Sultan Tidore Husain Syah saat menghadiri HUT ke 910 Kota Tidore di Kesultanan Tidore, Sulawesi Utara, Kamis (12/4). Rizal Ramli mendapatkan gelar kehormatan ''Ngofa Tidore'' dan baju adat kesultanan Tidore kepada serta hadiah Buku berjudul Pemberontakan Nuku karya Muridan Widjojo. AKTUAL/HO

Jakarta, Aktual.com – Calon Presiden (Capres) Rizal Ramli angkat bicara tentang konflik sosial yang kian menajam dalam setahun menjelang perhelatan Pemilu 2019.

RR, sapaan Rizal Ramli, meminta kepada semua pihak untuk tak lagi mengaitkan masalah konflik Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan persiapan Pemilu tahun depan.

“Sudahlah, untuk apa lagi kita lanjutkan konflik Pilkada DKI, enggak ada untungnya. Yang sudah berlalu ya sudah, kita songsong pertarungan Pilpres mendatang dengan jantan dan sportif,” ujarnya usai menemui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balaikota, Senin (30/7) kemarin.

RR mengungkapkan, konflik ini terjadi karena adanya masalah seperti fragmentasi sosial antara suku dan agama yang semakin gawat dari waktu ke waktu. Hal ini, katanya, berpotensi menjadi konflik berkepanjangan dan dapat mengakibatkan kerugian bagi bangsa Indonesia.

“Seharusnya itu tidak perlu terjadi karena itu dapat merusak kesatuan dan rasa kita sebagai bangsa. Kedua, ekonomi memang sulit, Pak Jokowi baru saja mengakui beberapa hari yang lalu bahwa ekonomi Indonesia sedang sakit, jadi sudahlah,” tambah Rizal.

Sosok yang digadang-gadang sebagai juru kunci bagi dua kandidat Capres (Joko Widodo dan Prabowo Subianto) ini mengungkapkan bahwa ia merasa prihatin dengan kondisi bangsa Indonesia yang sangat mudah disulut amarah, dan cenderung menyelesaikan masalah dengan kekerasan.

“Ya kan enggak bener, sampai ada mobil (Neno Warisman) dibakar, saya gak tau siapa pelakunya. Tapi ini jelas, tindakan tidak terpuji dan meski saat ini ada kubu yang dirugikan atas peristiwa tersebut. Ini sudah ke ranah ancaman personal dan harus ditindaklanjuti,” tegas Rizal.

Selain itu, soal keberpihakan, Rizal menilai bahwa memang selama ada konflik antara pertumbuhan dan keadilan terkadang apabila kita membela keadilan maka pertumbuhannya lambat. Tetapi, itu adalah teori yang tidak selamanya benar bisa juga keadilan membawa pertumbuhan.

“Sebagai contoh, kredit BRI yang menengah ke bawah, menengah kecil saja 17%, kecil sekali. Kalau kita tingkatkan menjadi 50% pasti lapangan kerja banyak dan akhirnya memicu growth. Awalnya mungkin ada masalah keadilan tetapi dapat dicari jalan,” ungkapnya.

Rizal berharap bangsa Indonesia dapat mempertontonkan cara berpolitik yang sportif sehingga dapat dicontoh bagi bangsa lain yang banyak memuji Indonesia pada era-era sebelumnya.

“Marilah kita sama-sama menjaga amarah, menjaga ukhuwah, kita harus bisa tahan diri, perbedaan itu biasa, dan jadikan itu dinamika dalam sebuah proses demokrasi di Indonesia,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan