Jakarta, Aktual.com — Gabungan dari berbagai elemen masyarakat Maluku meminta pembangunan kilang LNG Blok Masela jangan sampai menimbulkan rusaknya ekosistem alam sebesar 800 hektar yang sebanding dengan kehilangan kekayaan negara sebesar Rp18 Triliun. Selain itu, jika skema pembangunan kilang dilakukan di darat, maka akan menimbulkan konflik horizontal antar masyarakat akibat proses pembebasan lahan.

“Siapa yang bisa menjamin tidak ada konflik sosial dari pengembangan blok darat? Belum lagi nanti akan ada migrasi besar-besaran sejumlah 800,000 tenaga kerja,” kata juru bicara Koalisi Masela Azis Tunny, Selasa (26/1).

Poin lain yang ditambahkan Azis adalah potensi disintegrasi antara kabupaten Maluku Barat Daya dan Maluku Tenggara Barat. “Kalau pakai skema onshore, pasti akan muncul kecemburuan sosial antara dua kabupaten ini. Apabila ini terjadi, kami tidak ingin salah satu kabupaten ini terjadi konflik, bahkan memisahkan diri dari Indonesia.”

Azis menambahkan, koalisi ini didirikan dengan maksud untuk mengingatkan pemerintah pusat maupun propinsi, untuk mengedepankan sisi lingkungan dan sosial, lebih dari pemasukan negara saja. “Kami terdiri berbagai kalangan, baik akademisi, aktivis lingkungan serta budayawan. Koalisi ini juga akan memberikan masukan mereka kepada Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.

“Kami akan memberikan usulan kepada Pak Jokowi untuk menerapkan archipelagic and maritime framework, bukan continental concept. Tujuannya adalah untuk memberikan teladan pembangunan kemaritiman kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya Maluku.

Budayawan Maluku Rudi Fofid berharap agar masyarakat Maluku menjadi tumpuan industri maritim Indonesia ke depannya. “Apalagi dengan skema terapung, orang-orang Maluku ke depannya pasti akan jadi ahli di bidang maritim, terutama bidang migas laut dalam,” ucap Rudi.

Senada dengan Rudi, salah satu tokoh pemuda Maluku Fagi Karim Fakaubun menjelaskan bahwa perusahaan daerah ke depannya dapat berpartisipasi dalam blok Masela. Menurut Fagi, saat ini Maluku memiliki perusahaan dock dan perkapalan di Wayame yang memiliki potensi untuk berkembang.

Apabila skema offshore diterapkan, ke depannya dock di Wayame dapat menjadi fasilitas pendukung bagi skema terapung. Implikasinya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Maluku akan meningkat ke depannya, seiring dengan meningkatnya aktivitas di Wayame.

“Semoga kita dapat mengangkat wibawa Maluku ke depannya bersama-sama, terutama mengangkat Maluku dari ketertinggalan dengan provinsi di sekitarnya,” kata Fagi.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan