Jakarta, Aktual.com — Lemahnya koordinasi antar instansi Pemerintahan saat ini, menjadi salah satu faktor penghambat pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian mineral atau yang biasa dikenal dengan sebutan Smelter.
Hal tersebut dikatakan oleh Kepala sub Bidang Pengawasan Pengoperasian, Produksi dan Operasi Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, Syamsu Daliend.
“Koordinasi itu ada tapi ego sektoral tetap tinggi,” kata Syamsu di Jakarta, Kamis (6/8).
Selain itu, diakuinya, banyaknya perizinan yang harus ditempuh oleh para pelaku usaha untuk membangun smelter juga menjadi masalah tersendiri.
“Hambatan hilirisasi, komitmen kita menjalankan ketentuan, kordinasi yang lemah. Hambatan perizinan itu sekitar 57, kalau rata-rata satu bulan satu izin jadi 57 bulan, berapa tahun itu?,” ungkap dia.
Untuk itu, pihaknya telah memutuskan untuk memberi sejumlah kemudahan bagi pelaku usaha yang hendak bersungguh-sungguh membangun fasilitas smelter dengan cara mempersingkat waktu proses perizinan.
Ia menambahkan, masalah berikutnya adalah data cadangan mineral Indonesia yang masih belum akurat yang harudnya jadi poin penting dalam pelaksanaan hilirisasi komoditas mineral. Padahal, keakuratan data cadangan mineral dapat memudahkan dalam pemetaan pembangunan smelter. “Ini jadi problem sebenarnya. Berapa sih cadangannya?,” jelasnya.
Dikatakannya, masalah lain adalah infrastruktur dan pasokan listrik yang belum memadai, sehingga memaksa investor untuk menggelontorkan dana yang lebih besar dalam membangun smelter.
“Berikutnya yang paling penting adalah sektor pendukungnya, infratruktur jadi persoalan juga, karena mendirikan smelter butuh infrastruktur cukup untuk mobilisasi peralatan yang membangun itu,” tandas dia.
Artikel ini ditulis oleh: