Jakarta, Aktual.com – Nasabah Minna Padi Asset Manajemen (MPAM) melayangkan surat terbuka ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyampaikan pembayaran dana nasabah yang belum direalisasikan secara penuh oleh perusahaan manajer investasi tersebut.
“Sudah hampir satu tahun pembayaran Minna Padi kepada nasabah-nasabah masih terkatung-katung dan Minna Padi terus saja berusaha mengelak dari kewajibannya dari UU dan POJK yang berlaku,” kata salah satu nasabah Minna Padi Neneng dalam pernyataan di Jakarta, Jumat(23/10).
Oleh karena itu, perwakilan nasabah Minna Padi kembali mengirimkan surat terbuka yang ditujukan kepada Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen dengan tembusan kepada Komisi XI DPR RI dan bank kustodian.
Neneng menuturkan, para nasabah mengutarakan kekecewaan yang mendalam karena selama ini nasabah mendapati OJK tidak berpihak pada nasabah dengan tidak adanya transparansi kepada nasabah dan memberikan keleluasaan kepada Minna Padi untuk tidak membayar penuh sampai sekarang dengan memberikan dasar “kesepakatan dari semua pihak” kepada Minna Padi melalui surat No.S-981/PM.21/2020 tgl. 3 Oktober 2020.
Dalam surat nasabah tersebut, disampaikan bahwa seperti diuraikan oleh Hoesen dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI pada 25 Agustus 2020 lalu, OJK menjatuhkan sanksi pembubaran dan likuidasi atas enam reksa dana Minna Padi dengan tujuan untuk mencegah kerugian kepada konsumen.
“Pada nyatanya, sekarang konsumen sangat dirugikan karena Minna Padi selalu berusaha menginterpretasikan hukum dan POJK dari sudut pandang dan untuk kepentingan Minna Padi sendiri,” kata Neneng.
Neneng mencontohkan pembayaran reksadana Amanah Syariah yang oleh Minna Padi akan dilaksanakan dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Likuidasi per 30 September 2020, sedangkan menurut UU/POJK yang berlaku pembayaran dimulai dengan NAB Pembubaran (POJK NO.23/POJK.04/2016 Pasal 45c dan 47b).
Nasabah juga menyatakan bahwa ada dua hal mendasar yang tidak logis dan mengecewakan yaitu OJK memberikan kelonggaran pada Minna Padi dengan kata-kata kesepakatan dari semua pihak.
“OJK yang membuat peraturan-peraturan OJK, kemudian OJK yang menjatuhkan sanksi dan hukuman, lalu kenapa OJK tidak memastikan bahwa semua aturan maupun hukuman dilaksanakan tapi malah sebaliknya menyerahkan pelaksanaannya dengan dasar kesepakatan dari semua pihak,” ujar Neneng.
Menurut Neneng, dasar kata kesepakatan dari surat OJK itu sangat berbahaya serta merugikan nasabah dan di lain pihak sangat menguntungkan pihak Minna Padi.
“Kami berpendapat bahwa statement tentang kesepakatan ini sama sekali tidak ada dasar hukumnya, dan sebagai warga negara yang taat hukum, para nasabah hanya menginginkan penyelesaian yang sesuai dengan aturan dan perundangan yang berlaku,” katanya.(Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i