Yogyakarta, Aktual.com – Aparat Kepolisian Resor Kota Yogyakarta menangkap AA (27), terduga penjual jasa pembuatan sertifikat palsu vaksinasi COVID-19 yang terkoneksi dengan aplikasi PeduliLindungi.

Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta AKP Archye Nevadha, mengatakan AA merupakan oknum pegawai honorer di Dinas Kesehatan Kalimantan Barat.

“Berdasarkan pengakuan terduga pelaku bahwa dia menjual jasa ‘tembak’ vaksin,” kata dia, Rabu (22/2).

Menurut Archye, AA yang merupakan warga Pontianak Barat, Provinsi Kalbar memanfaatkan akses yang dimiliki sebagai pegawai honorer dinas kesehatan di Kalbar untuk menjual jasa pembuatan sertifikat palsu vaksin dengan memasukkan data pemesan di PeduliLindungi.

Terduga pelaku menjual jasanya dengan harga yang bervariasi, mulai dari pemalsuan sertifikat vaksin pertama Rp300 ribu, vaksin kedua Rp300 ribu, vaksin booster Rp400 ribu.

“Kemudian tembak paket vaksin kesatu dan kedua Rp500 ribu, yang terakhir tembak vaksin lengkap seharga Rp800 ribu,” kata dia.

Dalam aksinya, AA akan meminta pemesan sertifikat palsu mengirimkan KTP dan nomor HP aktif yang nantinya akan diinput.

Ia mengatakan pengungkapan kasus itu bermula dari laporan masyarakat pada 10 Desember 2022 yang ditindaklanjuti Polresta Yogyakarta dengan melakukan patroli cyber.

Dari hasil patroli dunia maya itu, polisi menemukan satu akun Facebook yang menawarkan jasa terkait pengisian data vaksinasi pada aplikasi PeduliLindungi tanpa suntik vaksin.

Berbekal informasi yang dihimpun, jajaran Polresta Yogyakarta kemudian memburu pemilik akun medsos tersebut ke wilayah Kalimantan Barat dan menangkap AA di kediamannya di Pontianak Barat, Provinsi Kalbar pada 24 Januari 2023.

Sejumlah barang bukti milik AA yang disita antara lain satu unit laptop, kartu ATM, serta alat komunikasi. Selain itu, beberapa akun medsos milik AA juga ikut diamankan.

Terduga pelaku AA yang dihadirkan saat jumpa pers mengaku aksinya telah dilakukan sejak Juni 2022 dan selama rentang itu telah melayani 200 klien dari berbagai wilayah di DIY dengan nilai keuntungan mencapai lebih dari Rp40 juta.

Atas perbuatannya, terduga pelaku disangkakan melanggar Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1 atau Pasal 30 ayat 2 juncto Pasal 46 ayat 2 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Pasal 263 KUHP dengan hukumannya paling lama 12 tahun penjara.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu