Jakarta, Aktual.co — Profauna, sebuah lembaga independen nonprofit berjaringan internasional yang bergerak di bidang perlindungan hutan dan satwa liar menuding salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, karena mengancam kelestarian orangutan.
“Pembukaan lahan (land clearing) yang dilakukan sebuah perusahaan perkebunan di daerah Wahau, Kabupaten Kutai Timur, mengancam kelestarian orangutan karena lokasinya berbatasan dengan hutan konservasi yang dikelola oleh Lembaga Adat Wehea di Desa Nehes Liah Bing, Muara Wahau,” ungkap Koordinator Profauna Borneo Bayu Sandi dihubungi dari Samarinda, Jumat (31/10).
Berdasarkan pantuan lembaga Protection of Forest dan Fauna (Profauna) pada periode Juli hingga Oktober 2014 kata, Bayu Sandi, perusahaan perkebunan kelapa sawit itu telah melakukan pembukaan lahan berbatasan dengan hutan konservasi di Melnyie yang merupakan habitat orangutan dan satwa liar lainnya.
Pembukaan lahan yang berbatasan dengan hutan konservasi itu menurut dia, menjadi ancaman serius bagi kelestarian orangutan, karena habitat mereka akan terputus.
“Seharusnya, perusahaan perkebunan itu tidak membuka lahan tersebut, sebaliknya mereka harus menetapkan kawasan tersebut sebagai hutan konservasi yang menyambung dengan hutan konservasi yang sudah dikelola oleh Lembaga Adat Wehea,” kata Bayu Sandi.
Selain menjadi habitat orangutan, hutan konservasi di Melnyie seluas 1.465 hektare itu juga menjadi habitat berbagai jenis satwa langka diantaranya, Beruang Madu dan Rangkong Badak.
“Dengan kekayaan hayatinya itu menjadikan hutan konservasi Melnyie sebagai hutan yang mempunyai nilai konservasi tinggi yang harus dilestarikan,” ujar Bayu Sandi.
Profauna mendesak perusahaan perkebunan kelapa sawit itu untuk menghentikan proses “land clearing” tersebut dan memulihkan menjadi hutan konservasi.
Kawasan hutan perusahaan perkebunan yang berbatasan dengan konservasi itu seharusnya tidak dibuka, kata dia, seharusnya tetap dipertahankan sehingga kedepannya tidak terjadi konflik antara orangutan dan perkebunan sawit,” tutur Bayu Sandi.
Ia mengatakan jika perusahaan tersebut terus melakukan pembukaan lahan tanpa memperhatikan pelestarian orangutan dan satwa langka lainnya, Profauna akan melakukan kampanye global untuk menolak produk sawit perusahaan itu. Dengan dukungan ribuan suporter dan jaringan kami, seruan ini tidaklah main-main.
Sementara, Advisory Board Profauna yang juga punya pengalaman panjang dalam penyelamatan satwa liar mengatakan jika habitat satwa liar itu rusak, satwa akan mengalami stres dan akhirnya rawan timbulnya konflik antara satwa liar seperti orangutan dengan perkebunan sawit.
Dalam kesempatan terpisah peneliti ekologi satwa liar dari Universitas Mulawarman Rustam, mengatakan, sudah menjadi sebuah keharusan dan etika perusahaan sawit untuk peduli terhadap orangutan dan satwa liar jika produk mereka mau diterima di pasaran internasional.
Artikel ini ditulis oleh: