Jakarta, Aktual.co — Masyarakat nelayan meminta pemerintah mengembalikan tanah pemukiman perumahan “dusun nelayan makmur” yang disengketakan di Gampong (desa) Pasie Pinang, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh.

Koordinator pejuang tanah nelayan tradisional Misni R Nanda di Meulaboh, Sabtu (16/5) mengatakan masyarakat nelayan tidak pernah meminta pihak manapun untuk merelokasikan mereka ke tempat lain meskipun sudah terancam karena abrasi pantai.

“Bagi kami keluarga nelayan membangun rumah dipingir pantai sudah jadi budaya, jadi jangan karena alasan abrasi kami dipindah, kami tidak pernah minta direlokasi sehingga rumah kami dihancurkan, sekarang kemana tanah kami,” katanya.

Kata dia, pada 2003 sebanyak 150 kepala keluarga masyarakat nelayan di Padang Seurahet, Kecamatan Johan Pahlawan sebagian direlokasi ke Gampong Pasie Pinang dengan perjanjian ganti guling kepemilikan tanah.

Kemudian setelah perumahan penduduk relokasi nelayan tradisional itu disapu tsunami 2004, saat ini area tanah yang pernah dibangun perumahan kontruksi kayu untuk nelayan sudah disengketakan pemerintah daerah setempat.

Misni mengatakan, masyarakat nelayan bahkan sudah mengadukan nasib kepada Gubernur Aceh Zaini Abdullah, melalui Sekda Aceh dikeluarkan sebuah perintah kepada pemkab Aceh Barat untuk segera menyelesaikan sengketa pemukiman dusun nelayan makmur tersebut.

Akan tetapi menurutu Misni, pemkab Aceh Barat seolah tidak ambil pusing dengan perintah dikeluarkan pemerintah Aceh, dengan alasan takut tersandung hukum padahal banyak cara dapat ditempuh untuk mengembalikan hak-hak masyarakat nelayan.

“Bila ada itikad baik pemerintah pastinya sudah ada jalan keluar kami mendapatkan hak atas tanah, karena pada saat kami direlokasi dari Padang Seurahet surat tanah kami disita, anehnya kami tidak diberikan surat-surat tanah baru waktu itu bahkan sampai saat ini diambil kembali,” imbuhnya.

Menindak lanjuti sengketa tanah ini, pemda membentuk tim menelusuri jejak kasus, akan tetapi tidak ada pembuktian yang mendukung bahwa tanah tersebut pernah diberikan untuk masyarakat meskipun diakui pemukiman itu pernah didiami 150 KK masyarakat nelayan sebelum tsunami.

Kawasan eks nelayan di pesisir pantai Padang Seurehat seluas 12 hektare dalam program pemerintah sudah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan pelabuhan samudera, sementara dikawasan relokasi dusun nelayan makmur direncanakan pembangunan gedung olah raga (GOR).

Masyarakat nelayan ini berkomitmen tidak akan ada pembangunan pelabuhan samudera di lokasi perkampungan mereka sebelum mereka mendapatkan hak atas kepemilikan tanah relokasi.

Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh yang mendampingi masyarakat nelayan Herman mengatakan, keterlibatan mereka agar nelayan mendapatkan keadilan dan haknya sebagai warga negara yang sampai saat ini komunitas tersebut dikonotasikan rakyat miskin di Indonesia.

“Pada prinsipnya kita mendampingi masyarakat untuk mendapatkan haknya sesuai permintaan pemda Aceh Barat, setelah kita dampingi pemda malahan minta digugat oleh masyarakat, jadi kasus ini semakin dipersulit,” katanya menambahkan.

Artikel ini ditulis oleh: