Jakarta, Aktual.co —Kerap munculnya keluhan masyarakat atas pelayanan Bantuan Pelayanan Jaminan Kesehatan (BPJS), terutama di pelayanan fasilitas inap kelas tiga, dianggap merupakan masalah klasik. Dijelaskan Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta, Fahmi Zulfikar Hasibuan, alasan mengapa dirinya menganggap persoalan tersebut klasik, lantaran sudah muncul sejak 2013.
Penyebabnya, timpangnya jumlah penduduk dan ketersediaan kamar inap di rumah sakit yang melayani BPJS. Di mana jumlah penduduk DKI mencapai 9 juta, sedangkan jumlah kamar rawat inap Kelas 3 kurang dari 9 ribu.
“Rasio dari jumlah penduduk DKI dan kamar inap, nggak akan nampung,” kata politisi Hanura itu di DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (27/1).
Akibatnya, pengguna layanan BPJS kesulitan untuk mendapat kamar inap. “Kalau separuhnya aja harus rawat inap, itu aja udah kesulitan. Itu yang jadi persoalan ketika pertama kali BPJS diluncurkan,” ujar dia.
November 2014 lalu, Kepala Dinas Kesehatan DKI saat itu, Dien Emmawati mengakui dalam sehari pihaknya bisa menerima hingga 15.000 keluhan soal keterbatasan kamar.
Dijelaskan Dien, saat ini ada 81 rumah sakit (RS) di Jakarta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 17 RS milik pemerintah dan 64 RS swasta. Namun jumlah itu belum bisa memenuhi kebutuhan kamar inap kelas C untuk pasien BPJS Kesehatan.
Kata dia lebih lanjut, Jakarta butuh sekitar 4.000 kamar kelas C. Sedangkan jumlah kamar yang tersedia hanya sekitar 2.400 kamar.
Untuk menutupi kekurangan, kata Dien, Pemprov DKI sedang membangun kamar baru di RS Koja, Jakarta Utara, dan RS Betawi, Jakarta Selatan, dengan kapasitas total 1.700 kamar.
”Kekurangannya ditambah dari puskesmas yang diubah menjadi RS tipe D. Jumlahnya sekitar 600 kamar,” ujar dia, di Jakarta.
Artikel ini ditulis oleh:

















