Jakarta, Aktual.com – Institute Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut bahwa klaim pemerintah mengenai daya beli masyarakat yang masih belum memasuki tahap yang mengkhawatirkan adalah kebohongan belaka.
Peneliti INDEF, Bhima Yudistira menyatakan jika kecenderungan belanja masyarakat yang pindah ke online dari belanja konvensional sama sekali tidak berdasar.
“Memang pertumbuhan bisnis e-commerce sedang meningkat, tapi porsinya masih kecil atau kurang dari 1 persen dari total transaksi ritel nasional,” kata Bhima ketika dihubungi Aktual.com di Jakarta, Senin (9/10).
Ucapan Bhima di atas merupakan tanggapan atas sikap Presiden Joko Widodo yang terus berdalih mengenai hal tersebut. Baru-baru ini, Jokowi masih menyatakan bahwa daya beli masyarakat tidaklah turun, melainkan hanya pindah arusnya ke e-commerce.
Hal tersebut diucapkan Jokowi di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (9/10) kemarin.
“Meskipun ada laporan logistik meningkat tinggi dan omset perusahaan e-commerce ada yang naik 200 persen tetap saja tidak menggambarkan kondisi nasional,” jelas Bhima membantah.
Selain itu, Bhima juga menambahkan lemahnya daya beli masyarakat juga dapat dilihat dari jumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang menjadi program dari Kementerian Sosial. Bhima menyatakan jika pemerintah telah menargetkan peningkatan dalam penerima PKH pada 2018 mendatang.
Sebagaimana diketahui, PKH merupakan program bantuan pemerintah terhadap keluarga miskin di Indonesia. Setiap keluarga penerima PKH mendapat uang dengan nominal sebesar Rp1,89 juta.
“Kalau memang daya beli kuat kenapa program PKH naik dari 6 juta jadi 10 juta penerima di 2018? Kenapa dana kemensos naik hampir 100 persen di 2018? Jadi sudah jelas ada kebijakan yang bertolak belakang dengan fakta,” tutupnya.
Laporan Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh: