Yogyakarta, Aktual.com – Negara harus bertanggung jawab dalam penanganan dan pendampingan korban kasus kekerasan seksual.
Koordinator Penelitian dan Diseminasi Data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Yogyakarta, Aprilia Ike Nurwijayanti mengatakan ada langkah pertama yang harus dilakukan negara sebagai bentuk tanggung jawab dan perlindungan kepada korban.
“Hal pertama dan utama yang dibutuhkan mereka (korban kekerasan seksual) adalah konseling dan pemulihan psikologis,” ujar dia kepada Aktual.com, Sabtu (28/5).
Namun, kata dia, patut disayangkan saat ini biaya untuk konseling para korban belum ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). “Saya menyayangkan hal ini,” kata dia.
Menurut Aprilia, ketimbang berdebat di urusan rupa hukuman terhadap para pelaku (Perppu Kebiri), komitmen dan tanggung jawab pemerintah akan lebih terlihat bermanfaat seandainya perhatian juga ditujukan pada perlindungan dan pemulihan kondisi korban.
Yakni dengan menanggung biaya konseling atau ‘trauma healing’ lewat BPJS Kesehatan. “Saya rasa itu jauh lebih penting,” kata dia.
Tingginya angka kasus kekerasan seksual yang tercatat di Komnas Perlindungan Anak serta Komnas Perempuan dianggap sudah lebih dari cukup untuk memotivasi pemerintah mengeluarkan kebijakan ini. Terlebih, pasca kasus YY yang mencengangkan serta sejumlah kasus kekerasan seksual lain, masyarakat telah bersepakat menyatakan Indonesia berada dalam situasi darurat kekerasan seksual.
“Prioritas semua pihak masih saja terpaku pada 3 kasus besar seperti korupsi, narkoba dan terorisme. Kasus-kasus kekerasan atas anak dan perempuan terbilang tidak tersentuh, yang terungkap kan hanya yang dipermukaan, jika digali lebih dalam sebenarnya jauh lebih banyak,” ungkap Aprilia.
Kekerasan seksual adalah hal yang sensitif, sehingga metode konseling dipandang sebagai upaya utama demi menghilangkan bekas traumatis yang diderita para korban. PKBI DIY sendiri memberi pendampingan dan pelayanan kepada korban kekerasan seksual secara gratis.
Sepanjang tahun 2015, rilis tahunan Komnas Perempuan mengungkap bahwa terjadi 6.499 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, dimana bentuk kekerasan seksual merupakan perkosaan sebanyak 72 % atau 2.399 kasus, pencabulan 18 % atau 601 kasus serta pelecehan seksual 5 % atau 166 kasus.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga menunjukkan, pada 2010-2014 terdapat 21,8 juta kasus pelanggaran hak anak dan 58 % dari angka tersebut adalah kasus kekerasan seksual. Sedangkan, menurut UNICEF per November 2015 menyatakan di Indonesia setidaknya 40 % anak berusia 13-15 tahun tercatat pernah mengalami kekerasan fisik atau kurang lebih satu kali dalam setahun.
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis