Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Prof Dr Farouk Muhammad Syechbubakar, mengingatkan pemerintah akan efektifitas belanja negara untuk pembangunan infrastruktur dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015.
“Besarnya alokasi anggaran untuk membangun infrastruktur menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Selama ini, penyerapan belanja infrastruktur tidak pernah optimal, hanya sekitar 80-90 persen,” katanya di Senayan Jakarta, Rabu (11/2).
Selama ini, penyerapan belanja infrastruktur tidak optimal dan hanya mencapai sekitar 80-90 persen.
Saat ini RAPBNP 2015 sedang dibahas, usai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dirampungkan. Dalam RAPBN 2015 terdapat Pokok-pokok perubahan meliputi pengalokasian tambahan anggaran untuk berbagai program prioritas tahun 2015.
Antara lain dukungan sektor unggulan infrastruktur pendukung pertumbuhan ekonomi (pangan, energi, maritim, partiwisata, dan industri), selain pemenuhan kewajiban dasar (pendidikan, kesehatan, dan perumahan), pengurangan kesenjangan antarkelas pendapatan dan antarwilayah, serta pembangunan infrastruktur konektivitas.
Selain itu juga relokasi dana subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan penghematan belanja pemerintah untuk pembangunan infrastruktur atau belanja yang produktif, seperti infrastruktur, guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Restrukturisasi belanja subsidi dialihkan antara lain mendukung pembangunan infrastuktur, yang meningkatkan anggarannya dari Rp 190 triliun ke Rp 290 triliun.
Menurut Farouk, pemerintah mesti berhati-hati dalam merancang progam pembangunan infrastruktur, karena prioritas yang mendapat dukungan pembiayaan anggaran. Apalagi, tambahnya infrastruktur termasuk tiga masalah utama daya saing Indonesia bersama korupsi dan birokrasi.
“Persoalannya, stimulus pemerintah dalam bidang infrastruktur terkendala faktor non pendanaan seperti lahan dan regulasi. Peraturan pendukungnya lemah seperti pembebasan tanah. Apalagi, proses tendernya memakan waktu,” kata Farouk.
Farouk juga mengingatkan agar pemerintah menciptakan pusat pertumbuhan baru di daerah melalui alokasi anggaran pembangunan infrastruktur di daerah yang tergolong terpencil, terluar, dan tertinggal.
“Pembangunan infrastruktur konektivitas ini, akan memudahkan keterhubungan aktivitas dan mobilitas ekonomi dan sumber daya antarwilayah, termasuk daerah yang tergolong terpencil, terluar, dan tertinggal, yang memperlancar distribusi barang dan jasa.”
Berbagai pelaksanaan program pembangunan infrastruktur terfokus pada perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian, pelabuhan, dan prasarana transportasi, serta infrastruktur ekonomi lainnya.
Oleh karena itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian Pertanian mendapat alokasi anggaran yang besar, yakni masing-masing sekitar Rp33 triliun, Rp20 triliun, dan Rp16 triliun.
Artikel ini ditulis oleh:

















