Untuk BLBI yang berupa uang kas keras, Grup Salim, menurut Sasmito, patut diduga menerima BLBI Rp 33 Triiun yang hanya dia bayar dengan uang senilai Rp 8 Triliun plus 93 persen saham BCA. Kemudian saham BCA ini dijual pemerintah hanya senilai Rp 5 Triliun untuk 50 persen kepemilikan alias dijual senilai total Rp 10 Triliun dan itu sudah dianggap lunas.

Tetapi sebenarnya Grup Salim sekaligus saking pintarnya, patut diduga, bisa merekayasa mengambil kredit dari bank yang dikuasai tersebut, yakni BCA, senilai Rp 53 Triliun. Dari 53 Triliun tersebut, waktu ditagih oleh BPPN, dia hanya membayar Rp 100 Miliar saja ditambah menyerahkan seluruh perusahaannya sebanyak 108 perusahaan. Namun, dari 108 perusahaan ini ketika dijual obral negara hanya mendapat Rp 20 Triliun.

Dengan fakta tersebut tegas Sasmito, Grup Salim dianggap telah beres membayar kewajibannya dengan patut diduga diatur melalui penandatanganan Master Settlement Agreement Acquisition (MSAA) sehingga dianggap lunas oleh negara.

Dan sekarang setelah berlalu 18 tahun, grup tersebut dengan enteng melakukan akuisisi 40 persen saham Jalan Layang Tol MBZ Jakarta-Cikampek dengan biaya Rp 4 Triliun.

“Fenomena permainan taipan Grup Salim yang borong-borong aset negara dan bertengger menjadi orang terkaya No 3 di Indonesia saat ini versi Forbes bisa untuk dicermati oleh Pansus BLBI Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) dugaan kongkalikong atau hengki pengki antara grup tersebut dengan pengambil kebijakan sehingga kok ujug-ujug utangnya lunas,” papar Sasmito.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin