Jakarta, Aktual.com — Center For Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) menegaskan bahwa Pemerintah harus memperketat pemberian masa relaksasi kepada perusahaan-perusahaan tambang. Relaksasi ekspor mineral mentah maupun pengolahan seharusnya hanya diberikan kepada perusahaan yang serius dalam membangun smelter saja.

“Jadi kalau mereka sejak hari ini tidak punya keseriusan dalam menjalani tahapan, dihentikan saja, kan semua tahapan bisa dilihat. Kan bisa dilihat ini perusahaan betul punya planing yang tepat atau hanya asal planing? Jadi kalau pemerintah tidak melihat keseriusan yaudah gausah. Getok aja sekarang, gausah dijanji-janjiin,” kata Direktur Ciruss, Disan Budi Santoso kepada Aktual di Jakarta, Minggu (9/8).

Menurutnya, bagi perusahaan tambang yang memiliki keseriusan tentu sudah memiliki berbagai macam tahapan dan perencanaan yang matang. “Itu artinya gini, estimasi sumber daya dan cadangannya benar, feasibility study-nya benar, proses desainnya benar, terus mereka sudah ada dana,” ujarnya.

Dikatakannya, jika dari keseriusan tadi perusahaan memiliki kesulitan untuk dana operasional, maka Pemerintah bisa saja baru memberi izin relaksasi. Namun tentu masa relaksasi yang diberikan juga hanya sebatas selama dan sebesar yang dibutuhkan untuk operasional saja, tidak sesuka hati.

“Kan kalau kontruksi kan langsung mati, ga ada pemasukan. Yaudah dikasih saja (relaksasi) untuk operasional, perusahaan selama konstruksi kan palingan selama 2-3 tahun. Jadi apalagi, perusahaan-perusahaan yang integrated, dia harus bangun smelter, bangun PLTU-nya, bangun pelabuhannya, bangun jalannya, dalam waktu yang bersamaan dan mepet. Apalagi yang besar,” ungkap dia.

Untuk batasan waktu, kata Disan, hilirisasi seharusnya juga tidak dipatok harus ditahun tertentu rampung, apalagi dengan kondisi waktu yang mepet dan ketidaksiapan dari perusahaan-perusahaan tambang itu sendiri.

“Saya kira, hilirisasi itu jangan dipatok, karena waktunya itu ga mungkin, 2017 ga mungkin. Nanti akan mundur lagi pemerintah melanggar lagi, mending gausah dipatok sesuai dengan kondisi kompleksitas dari tambangnya itu sendiri. Jadi bagi perusahaan perusahaan tambang, pemerintah harus ketat dalam mengawasi relaksasinya,” tandas dia.

Perlu diketahui, kewajiban hilirisasi pertambangan tercantum dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam UU itu menyebutkan lima tahun sejak diundangkan atau jatuh tepat pada 2014, hanya mineral hasil pemurnian yang diizinkan pemerintah untuk diekspor, bukan lagi bahan mentah. Namun, Pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono, justru memberi relaksasi kepada para perusahaan tambang hingga 2017 lantaran belum semua smelter siap beroperasi di 2014.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby