Jakarta, aktual.com – Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Nanda Dwinta Sari meminta pemerintah mengevaluasi pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebelum memutuskan menaikkan iuran peserta.
“Semestinya manajemen BPJS Kesehatan yang masih belum berkualitas dan ‘ramah’ terhadap kebutuhan dan kondisi pasien dievaluasi terlebih dahulu,” kata Nanda melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (4/11).
Nanda mencontohkan penanganan terhadap ibu melahirkan. Menurut Nanda, ada kecenderungan rumah sakit mengarahkan ibu hamil untuk melahirkan melalui operasi caesar untuk mengejar imbalan dokter yang menangani.
“Angka peserta BPJS Kesehatan melahirkan melalui operasi caesar hampir mencapai 100 persen,” ujarnya.
Permasalahan lain yang masih dihadapi pasien BPJS Kesehatan adalah surat rujukan dari Puskesmas atau klinik pratama yang tidak mudah didapat karena antrean yang panjang, bahkan daftar tunggu hingga 10 hari.
Padahal, saat di rumah sakit pasien masih harus mengantre panjang untuk mendapatkan layanan yang diperlukan. Hal itu juga dialami oleh pasien dengan penyakit kronis.
Belum lagi masalah kualitas dokter Puskesmas yang masih diragukan, obat-obatan yang diresepkan dokter tidak selalu tersedia, peserta yang tidak tertib membayar, dan pemberi kerja yang belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Karena itu, Yayasan Kesehatan Perempuan meminta pemerintah mengevaluasi pengelolaan BPJS Kesehatan terlebih dahulu sebelum menaikkan iuran yang telah ditetapkan akan berlaku mulai Januari 2020.
“Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sangat memberatkan masyarakat, terutama peserta mandiri. Hal itu dapat berakibat pada penurunan keinginan dan kemampuan untuk membayar,” tuturnya.
Meskipun pemerintah menyatakan kenaikan iuran akan berbanding lurus dengan kualitas pelayanan, Nanda menilai pernyataan tersebut terlalu terburu-buru karena tidak melihat kondisi di lapangan.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin