“Patut diduga, dalam pemberian fasilitas dana BLBI yang tidak bisa dipertanggungjawabkan berindikasi korupsi yang seharusnya penyelesaiannya dapat dituntaskan oleh penegak hukum sesuai UU Tipikor,” ujar pengamat Ekonomi Keuangan Negara ini.
Dia mengatakan pola penyelesaian skandal BLBI ini memperioritaskan penanganannya berdasarkan besaran jumlah fasilitas BLBI yang diterima oleh para bankir obligor BLBI yang memanfaatkan situasi krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu. Sebab, akibat penyalahgunaan dana BLBI tersebut pemerintah terpaksa mengikuti arahan IMF dengan mengambil oper seluruh bank yang bangkrut.
Namun kala itu, pemerintah tidak mempunyai cukup dana fresh untuk memenuhi syarat dalam melakukan rekapitalisasi.
Adapun tujuan bank-bank yang direkapitalisasi agar bisa memenuhi syarat kecukupan modal senilai 8% dan(CAR= capital adequacy ratio) sesuai ketentuan dari Bank for International Settelment (BIS) yang berkedudukan di Bazel, Swiss. Lantaran tidak memiliki fresh money, maka pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN).
SUN ini khusus untuk melakukan rekapitalisasi yang disebut “obligasi rekapitalisasi pemerintah” yang nilainya sebesar Rp 430 Triliun. Karena bentuknya obligasi maka pemerintah mempunyai kewajiban membayar bunga, dengan jumlah pembayaran bunga senilai Rp 600 Triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin