Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Kharis Almasyhari meminta pemerintah untuk tidak tergesa-gesa dalam merampungkan pembahasan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI), khususnya sektor industri perfilman.

“Merevisi DNI untuk industri perfilman merupakan tindakan tergesa-gesa karena kita belum memiliki regulasi yang kuat untuk melindungi seluruh elemen yang terlibat dalam industri perfilman di Indonesia,” kata Kharis yang juga Wakil Ketua Komisi Seni dan Budaya, di Jakarta, Minggu (15/2).

Legislator asal fraksi PKS tersebut mengungkapkan, pemerintah dalam waktu merampungkan revisi DNI guna membuka kesempatan lebih besar bagi pemodal asing untuk berinvestasi di sektor usaha dalam negeri.

Salah satu sektor yang turut direvisi adalah investasi di industri perfilman, mulai dari proses produksi, distribusi hingga pemasaran.

Kharis menjelaskan ada empat aspek yang dapat dievaluasi pemerintah sebelum merevisi DNI, yakni mahalnya pajak film lokal dibandingkan film impor, distribusi bioskop yang hanya terkonsentrasi di kota besar, monopoli pengelolaan bioskop, dan sulitnya mendapatkan izin untuk melakukan pengambilan gambar “shooting”.

“Dari evaluasi ini dapat ditemukan kendala apa saja yang perlu diperbaiki dalam skala prioritas,” kata dia.

Kharis pun menilai pemerintah berkewajiban melindungi industri film lokal namun tetap berupaya menggarap industri tersebut sehingga perfilman Indonesia dapat bersaing dengan film internasional.

“Saya optimistis kualitas film Indonesia mampu bersaing dalam dunia global jika ada upaya keras dari masyarakat sebagai penonton, pemerintah sebagai penyusun kebijakan serta pemodal yang ingin melihat industri film lokal lebih baik,” kata legislator dapil Jawa Tengah V ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Nebby