“Padahal Bermuda itu negara yang kita sudah ketahui reputasinya dalam hal ini, namun Hongkong mengizinkan perusahaan-perusaahan tersebut listed di sana. Sementara Hong Kong terkenal sebagai pusat ekonomi besar di Asia dengan regulasi yang ketat di bidang keuangan,” kata dia.
Langkah pemerintah Hong Kong itu, kata dia, karena mereka menjalankan Due Diligence dan memegang teguh prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles/KYC).
Soal due diligence ini, kata dia, penting untuk mengidentifikasi risiko nasabah, perusahaan keuangan membutuhkan tim anti pencucian uang dengan pengetahuan dan pengalaman internasional. Jika tidak memiliki tim tersebut, maka perusahaan keuangan menggunakan jasa pihak ketiga dalam melakukan due-diligence untuk mengidentifikasi risiko nasabahnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, CK Hutchinson Holdings, perusahaan global di bidang telekomunikasi pemilik jaringan 3 juga menggunakan OFCs. Hal ini bukti bahwa penggunaan OFCs sebagai sarana korporasi meminimalkan beban usaha adalah hal yang lumrah dan legal, bahkan untuk negara dengan regulasi keuangan yang ketat.
“Namun, tanpa due diligence, maka kecurigaan publik dan pemerintah dan kemungkinan ini menjadi sarana bagi para penghindar pajak dan menutup jejak bisnis mencurigakan, akan selalu mengemuka. Disinilah peran penting penerapan prinsip mengenal nasabah (KYC),” tutup dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid